Luncurkan Buku, Pundi Bahas Problem Pendidikan di Masa Pandemi


GHIRAHBELAJAR.COM, YOGYAKARTA – Pundi (Pegiat Pendidikan Indonesia) menggelar acara Launching Buku Pendidikan Humanis dan Diskusi Pendidikan secara daring, Senin (30/8). Launching dan diskusi ini antara lain dilakukan dalam rangka merespons wacana pendidikan di masa pandemi yang dirasakan makin tercerabut dari nilai-nilai humanitasnya.

Acara ini menghadirkan beberapa narasumber, antara lain Prof Alimatul Qibtiyah PhD yang merupakan guru besar kajian gender UIN Sunan Kalijaga, Alpha Amirrachman PhD sebagai sekretaris Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah, kemudian Muhammad Fakhruddin SI MA yang merupakan redaktur senior Republika, dan intelektual muda yang juga penulis dan peneliti di Litbang Pundi Ari Susanto.

Kegiatan yang disponsori oleh Penerbit Bintang Pustaka, Penerbit Semesta Ilmu, Madrasah Digital, dan UAD Press ini membahas mengenai isu pendidikan. Direktur Pundi Iman Sumarlan mengungkapkan pendidikan humanis sangat relevan di era pandemi ini.

Menurut dia, intinya bagaimana pendidikan itu mampu memanusiakan manusia, fokus pada pengembangan potensi. “Untuk mencapai hal itu dalam dimensi manusia, dimulai dari potensi diri,” ujarnya, Senin (30/8).

Dengan penerbitan buku bertajuk Pendidikan Humanis; Antara Cita dan Realita ini, Iman berharap buku ini mampu mencandra apa yang dicita-citakan dan apa yang belum tercapai dalam pendidikan Indonesia.

Sementara itu, Alpha Amirachman PhD sebagai bagian Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah, mengatakan, perlu pengawalan yang ketat untuk memastikan kebijakan dan implementasi pendidikan berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip humanis, yakni adil, berkualitas, dan terjangkau.

Selain itu, dia menyampaikan perlunya melakukan terobosan atau inovasi di bidang pendidikan. “Yang terakhir, perlu terobosan di pendidikan yang memungkinkan bangsa ini mampu menciptakan karya bangsa yang menjadi kebanggaan bersama,” ujarnya, Senin (30/8).

Dalam kesempatan yang sama, Prof Alimatul Qibtiyah PhD mengatakan bahwa pendidikan humanis merupakan pendidikan yang memanusiakan manusia, pendidikan yang menghidupkan nilai-nilai kebaikan universal, serta pendidikan yang memiliki perspektif keadilan, kesetaraan, dan kemanusiaan.

“Pendidikan yang melihat setiap orang itu unik dan mempunyai kelebihan dan keragaman potensi. Dan kalau saya tambahkan, kata Pundi, pendidikan yang humanis itu adalah pendidikan yang adil, berkualitas, dan terjangkau,” ujarnya.

Alimatul juga menekankan bahwa dalam pendidikan humanis ada nilai-nilai yang menjadi pijakannya. “Nilai itu bukan ditanamkan, bukan diajarkan, tetapi nilai itu dihidupkan,” ungkapnya. Adapun nilai-nilai yang menjadi pijakan pendidikan humanis, yaitu damai, toleransi, persatuan, cinta, menghargai, kebebasan, tanggung jawab, jujur, sederhana, dan sebagainya.

Pendidikan Alternatif


Selain itu, Muhammad Fakhruddin sebagai jurnalis Republika mengungkapkan bahwa pendidikan humanis itu diterapkan dalam dunia jurnalis. “Minggu-minggu pertama para calon reporter masuk itu, tidak langsung disuruh menulis. Melainkan mengamati terlebih dulu,” ujarnya.

Hal itu, kata dia, merupakan upaya untuk menumbuhkan critical thinking pada diri reporter. Dalam buku Pendidikan Humanis ini, menurut dia, juga menawarkan pendidikan Islam sebagai pendidikan alternatif. “Pendidikan agama, pendidikan Islam oleh para penulisnya ditawarkan sebagai bentuk pendidikan humanis,” kata dia.

Ari Susanto salah satu penulis dan peneliti Litbang Pundi mengatakan, dalam buku ini dia menulis mengenai praktik hukuman dalam pendidikan. Menurut dia, bentuk hukuman yang diharapkan menyadarkan, tetapi para praktiknya tidak memberikan kesadaran itu.

Hukuman itu harus mendorong seseorang sadar akan perbuatan yang dilakukan bahwa hal itu salah atau tidak tedpat. “Namun, dalam praaaktiknya, kadang respons kita terkadang malah menciptakan kekerasan. Hal itu diartikan sebagai hukuman,” ujarnya.

Hukuman, kata dia, seharusnya tidak diberikan dalam bentuk kekerasan baik secara fisik maupun psikis. Sebab, ketika hukuman melukai psikis akan memberikan efek traumatis yang panjang.

“Itu akan membuat kita takut, trauma. Dan itu tidak mudah untuk dihilangkan,” ungkapnya. Ari mendorong praktik pendidikan mengedepankan prinsip-prinsip humanis, yakni dengan memberikan hukuman yang bersifat edukatif.

“Ternyata praktik kekerasan juga banyak, apalagi di masa pandemi, saya takutnya bahkan orang tua bisa melakukan itu,” ungkapnya. Kemarahan orang tua akibat tekanan ekonomi, tekanan psikologis, dan sebagainya kemudian dilimpahkan kemarahan kepada anaknya, hal itu juga merupakan bentuk pendidikan yang tidak humanis di masa pandemi.

“Hukuman tidak boleh melahirkan kekerasan, hukuman harus menghasilkan nilai edukasi kepada siswa,” ujarnya.

Posting Komentar

0 Komentar