Pencuri yang Grogi



GHIRAHBELAJAR.COM - Pencuri yang Grogi

Oleh: Muhammad Chirzin

Pepatah mengatakan, “Kejujuran adalah mata uang yang berlaku di mana-mana.” Dunia ekonomi, usaha, dan jasa mengharuskan kejujuran. Dunia politik meniscayakan kejujuran. Dunia Pendidikan pun menuntut kejujuran. Jujur ialah satu kata dengan perbuatan. Berlaku jujur kapan saja, di mana saja, dan kepada siapa saja. Jujur saja tidak cukup. Orang juga harus berlaku adil kepada siapa saja, bahkan kepada sanak saudara dan diri sendiri.

Jujur dan adil ibarat dua sisi dari satu keping mata uang yang sama. Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat untuk melaksanakan kewajiban dengan seadil-adilnya dan menjalankan peraturan dengan selurus-lurusnya.

“Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya, serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa.”

Dalam kondisi normal, tanpa kepentingan, risiko, dan pertimbangan untung-rugi, semua orang bisa berkata jujur. Tetapi bila hal itu dipandang akan merugikan diri sendiri maupun kelompok, baik moril maupun materiil, maka orang tak segan untuk berdusta. Sebelum berdusta seseorang tentu memikirkan alibi untuk menutupi kedustaannya. Bilamana kedustaan pertama terancam, maka ia membuat kedustaan kedua, ketiga dan seterusnya. Begitulah kira-kira kelakuan para koruptor yang terkena OTT.

Rasulullah saw bersabda, “Hendaklah engkau berlaku jujur, karena jujur itu membimbing pada kebaikan, dan kebaikan itu membimbing ke surga. Seseorang akan berlaku jujur, hingga tercatat sebagai orang jujur. Dan jauhilah dusta, karena dusta membimbing pada kejahatan, dan kejahatan itu membimbing ke neraka. Seseorang akan terus berdusta, hingga dicatat sebagai pendusta.”

Nilai kejujuran itu tiada tara. Allah swt mengaruniakan nikmat kepada orang-orang yang jujur bersama para nabi, syuhada, dan orang-orang saleh. Merekalah sahabat orang-orang yang mentaati Allah dan Rasul-Nya. (QS 4:69).

Al-Quran mengisahkan tentang Nabi Yusuf. Saudara-saudara Yusuf iri dan beranggapan bahwa Yusuf dan adiknya lebih dicintai oleh bapaknya, Yaqub, daripada mereka. Mereka pun mencari cara untuk menyingkirkan Yusuf. Mereka memohon izin kepada bapaknya untuk bermain dengan Yusuf. Sang ayah khawatir kalau Yusuf dimangsa serigala. Mereka pun menjamin akan menjaga Yusuf. Mereka sepakat untuk memasukkan Yusuf ke dalam sumur. Untuk menutupi kejahatan itu, mereka datang kepada ayah mereka dengan menangis, dan membawa baju Yusuf yang sudah berlumuran darah palsu. Ia pun berkata, “Ah tidak, itu pikiranmu sendiri yang telah mereka-reka cerita. Buat aku, sabar itulah yang terbaik, dan memohon pertolongan hanya kepada Allah atas segala yang kamu lukiskan.” (QS 12: 8-18).

Yusuf ditemukan rombongan musafir lalu dibeli oleh orang kaya di Mesir. Ia berpesan kepada istrinya, “Tempatkanlah ia di antara kita secara terhormat. Mungkin ia akan memberi manfaat buat kita atau kita ambil dia sebagai anak.” Tatkala ia mencapai usia dewasa, perempuan tempat Yusuf tinggal di rumahnya itu menggodanya supaya ia berbuat serong; lalu pintu-pintu ditutupnya sambil katanya, “Marilah sayang!” Ia menjawab, “Aku berlindung kepada Allah. Sungguh suamimu adalah tuanku, yang telah memberiku tempat yang baik. Sungguh, tidak akan berhasil mereka yang melakukan kejahatan.”

Dengan penuh berahi perempuan itu telah berhasrat kepada Yusuf, dan ia pun juga berhasrat kepadanya, kalau tidak segera melihat tanda Tuhannya. Mereka pun saling berebut pintu, dan perempuan itu menarik bajunya dari belakang hingga robek. Dan mereka melihat suaminya di depan pintu. Perempuan itu berkata, “Hukuman apa bagi orang yang hendak berbuat jahat terhadap istrimu selain penjara atau siksaan yang berat?” Yusuf berkata, “Dialah yang menggodaku, supaya aku berbuat serong...”

Salah seorang anggota keluarganya ada yang melihatnya sebagai saksi; “Kalau bajunya sobek di bagian depan, perkataan perempuan itulah yang benar, dan laki-laki itu yang berdusta. Tatapi jika bajunya sobek di bagian belakang, maka perempuan itulah yang berdusta, dan laki-laki itu yang benar.” Setelah melihat bajunya sobek di bagian belakang, suami itu berkata, “Sungguh, inilah tipu muslihatmu! Memang, tipu muslihatmu sangat besar. Yusuf, biarkanlah ini… Minta ampunlah atas dosamu, karena benar, engkaulah yang bersalah!” (QS 12: 20-29).

Kisah tersebut sejalan dengan pribahasa yang menyatakan, “Sepandai-pandai tupai melompat akhirnya jatuh juga. Sepandai-pandai membungkus bangkai akhirnya tercium juga. Tidak ada kebohongan yang sempurna.”

Seekor musang tergiur untuk memakan buah anggur yang ranum di pohon. Ia melompat untuk meraihnya, tetapi tidak sampai. Ia pun berusaha melompat dan melompat lagi, tetapi gagal. Musang itu lalu mengeloyor sambil bergumam, “Ah, anggurnya masam…”

Di malam gulita, seorang juragan curiga mendengar suara berisik dari dalam gudang, padahal sebelum pergi tidur ia telah menutup pintunya rapat-rapat. Ia pun menyapa, “Stttt… kau maling apa kucing?” Ia pun mendapat sahutan dari arah gudang, “K u u u c i n g…”

"Tuhan, masukkanlah aku ke jalan masuk yang benar lagi terhormat, dan keluarkanlah aku dari jalan keluar yang benar lagi terhormat, dan berilah aku dari hadiratmu kekuatan yang dapat menolongku." (QS 17:80).

Posting Komentar

0 Komentar