Mengapa Minat Membaca Buku Kita Rendah? Ini Solusinya
redaksi
Desember 17, 2021
GHIRAHBELAJAR.COM, Oleh: Ilham Agurtiansyah*
Dalam hal minat membaca, Indonesia berada di peringkat 60 dari 61 negara, tepatnya satu tingkat di atas Botswana dan satu tingkat di bawah Thailand. Menurut UNESCO, presentase minat baca di Indonesia sangatlah rendah, yaitu hanya 0,001 persen. Artinya, dari 1.000 orang di Indonesia, hanya satu orang saja yang rajin membaca buku.
Menurut data Wearesocial pada Januari 2017, di situ diungkapkan bahwa penduduk Indonesia bisa berada di depan layar ponsel kurang lebih sembilan jam dalam sehari. Sayang sekali aktivitas mereka tersebut tidak diimbangi dengan tingginya minat membaca buku. Padahal, segudang manfaat akan kita peroleh dengan membaca buku.
Membaca buku merupakan aktivitas penting yang membuat kita dapat memahami sesuatu. Dalam artian lain, membaca buku ialah aktivitas dalam menganalisis dan memahami dengan sungguh-sungguh sehingga akan diperoleh wawasan dari karya yang dibaca tersebut.
Keluarga dan sekolah merupakan dua aspek utama dalam menentukan tinggi atau rendahnya minat membaca buku. Dalam hal ini peran keluarga khususnya orang tua sangatlah penting dalam pembangunan minat membaca buku. Proses yang dilakukan adalah dengan cara membiasakan membaca sejak dini dengan menyediakan sumber-sumber bacaan. Najwa Shihab (Duta Baca Indonesia) pernah mengatakan, “Minat baca itu hanya bisa ditumbuhkan kalau memang dibiasakan”.
Sekolah juga memiliki peranan yang tak kalah penting. Keberadaan sekolah menjadi penopang dalam masalah minat membaca buku anak di Indonesia. Dalam sekolah terdapat fasilitas-fasilitas penunjang seperti perpustakaan dan taman baca sebagai sarana dalam mengembangkan minat baca para siswa. Ditambah keberadaan sosok guru sebagai orang tua kedua yang akan mengarahkan siswa dalam kebiasaan membaca.
Dalam perihal membaca, Indonesia memang tertinggal jauh dengan negara-negara lain di dunia. Ketertinggalan tersebut bukan tanpa alasan, sebab terdapat beberapa hal yang memengaruhi rendahnya minat membaca buku masyarakat di Indonesia antara lain:
Pertama, faktor ekonomi. Membaca buku tak bisa lepas dari membeli buku. Harga buku tergolong mahal bagi sebagian orang dengan penghasilan yang kurang. Salah satu penyebab mahalnya harga buku-buku di Indonesia adalah karena biaya produksi dan pajak yang tergolong tinggi.
Kedua, kurangnya kesadaran orang tua dalam menanamkan minat membaca buku kepada anak-anaknya. Seperti yang telah diuraikan pada penjelasan di atas, bahwasanya orang tua berperan sebagai contoh dalam pembiasaan membaca.
Ketiga, akses pendidikan yang tidak merata serta minimnya fasilitas yang disediakan. Fasilitas sangatlah penting dalam meningkatkan minat membaca buku masyarakat di Indonesia. Dalam hal ini, fasilitas yang dimaksud adalah buku atau sumber bacaan.
Keempat, Kurangnya penerbit menjadi faktor minimnya buku di Indonesia. Ada satu problem yang menyebabkan seorang penulis ragu atau bahkan enggan dalam menulis suatu karya, problem/masalah tersebut adalah ketidakadilan produsen buku terhadap para penulis. Dimana para produsen membebankan biaya pajak yang cukup tinggi kepada para penulis. Hal itu tentunya dapat mematahkan dan memadamkan semangat penulis untuk berkarya.
Perkembangan zaman yang tiada henti melahirkan teknologi-teknologi canggih yang sangat memudahkan kehidupan manusia. Smartphone, menjadi salah satu bukti dari kemajuan teknologi yang berpengaruh besar terhadap minat membaca buku. Dalam smartphone terdapat banyak kemudahan yang ditawarkan, salah satunya kemudahan dalam mencari sumber bacaan.
Namun dalam praktiknya, masyarakat Indonesia cenderung menggunakan smartphone untuk aktivitas mereka di sosial media. Selain itu anak-anak juga banyak menghabiskan waktunya untuk bermain game ketimbang menggunakan waktunya untuk membaca buku.
Dalam beberapa sekolah di Indonesia telah diterapkan satu program yang namanya literasi belajar. Dalam program ini setiap siswa diwajibkan untuk membaca satu buku dengan waktu yang telah ditentukan. Biasanya kegiatan ini berlangsung pagi hari sebelum pembelajaran dimulai. Selanjutnya mereka ditugaskan untuk merangkum apa yang telah dibaca, kemudian rangkuman tersebut ditulis dalam sebuah catatan. Program yang dilakukan oleh pihak sekolah tersebut sebenarnya sudah cukup baik, namun kembali lagi pada siswa itu sendiri.
Program yang telah dilaksanakan nyatanya masih belum berjalan sesuai apa yang diinginkan. Nyatanya, siswa mengikuti program ini dengan keterpaksaan. Mereka ikut hanya karena takut pada guru-gurunya yang akhirnya keikutsertaan mereka nanti akan berdampak pada nilai yang mereka peroleh, bukan karena niatan dalam diri mereka. Adanya pandemi yang mengharuskan sekolah-sekolah melakukan pembelajaran daring otomatis membuat program ini sementara berhenti.
Untuk menyadarkan masyarakat Indonesia tentang pentingnya membaca buku, perlu diadakannya sosialisasi dan pemahaman. Pemahaman mengenai manfaat membaca perlu ditekankan dalam kehidupan masyarakat, supaya mereka mengerti seberapa besar manfaat yang diperoleh dari aktivitas membaca.
Adapun manfaat-manfaat yang dapat diperoleh dari aktivitas membaca buku, antara lain: Memperluas wawasan dan ilmu pengetahuan, ikut serta dalam mencerdaskan kehidupan bangsa melalui gerakan membaca, dapat meningkatkan kualitas memori ingatan kita, meningkatkan fokus serta konsentrasi, dapat berpikir kritis, dan masih banyak lagi manfaat lainnya.
Untuk membangun kualitas sumber daya manusia, dapat dimulai dengan kebiasaan membaca. Kebiasaan ini dapat menumbuhkan cara berpikir kritis bagi yang melakukannya. Salah satu contoh negara maju dengan penduduknya yang gemar membaca adalah Negara Jepang. Dalam negara ini, membaca sudah menjadi sebuah tradisi dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan sampai ada istilah “Tachiyomi” untuk orang yang membaca buku sambil berdiri.
Namun, sepertinya negara kita masih belum bisa disandingkan dengan negara-negara seperti Jepang, Finlandia, Belanda, Australia, dan Swedia dalam perihal minat baca. Rendahnya minat baca di Indonesia sebenarnya masih bisa diatasi dengan berbagai strategi di antaranya adalah:
Pertama, anggaran pemerintah dalam dunia pendidikan harus diperbesar, sebab pendidikan sendiri merupakan lembaga penting dalam meningkatkan minat baca. Kedua, pembangunan perpustakaan dan taman baca secara merata hingga ke seluruh daerah terpencil di Indonesia. Ketiga, pemberian imbalan yang sesuai terhadap penulis yang telah melahirkan suatu karya, sehingga hal itu menjadi semangat dan motivasi tersendiri bagi para penulis.
Keempat, menyumbangkan buku-buku. Seperti halnya yang dilakukan oleh bapak presiden kedua kita yaitu Soeharto. Ketiga mengupayakan setiap rumah untuk membuat perpustakaan pribadi, paling tidak minimal berisi 5-10 buku. Dan yang terakhir mengoptimalkan pembuatan perpustakaan keliling guna menjangkau daerah-daerah pelosok di Indonesia.
Di samping itu, kehadiran era yang serba digital harus dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh masyarakat. Dalam kemajuan teknologi seperti saat ini, masyarakat akan sangat mudah dalam mengakses sumber bacaan. Kemudahan tersebut harusnya bisa dimanfaatkan masyarakat untuk meningkatkan minat membaca buku.
*Penulis merupakan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)
0 Komentar