Bahasa Masyarakat Multilingual


GHIRAHBELAJAR.COM, Oleh: Ilham Nur Alifah

Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer (berubah-ubah) yang digunakan oleh
anggota kelompok sosial untuk saling berkomuniskasi. Penguasaan bahasa seorang anak dimulai dengan perolehan bahasa ibu. Darmojuwono, 2005: 24 (dalam Ramadhan, et al: 2019). Situasi kemampuan berbahasa anak-anak bervariasi, anak dapat disebut sebagai seorang yang monolingual (menguasai satu bahasa); bilingual (menguasai dua bahasa); atau poliglot (menguasai lebih dari dua bahasa). Seorang anak yang dibesarkan di daerah perkotaan dan memiliki orang tua yang berpendidikan tinggi biasanya akan mampu berbahasa lebih dari satu bahasa.

Campur kode dibagi menjadi tiga, yaitu campur kode ke dalam, campur kode ke luar, dan campur kode campuran. Menurut Suandi (2014:140-141), campur kode ke dalam (inner code mixing) adalah jenis campur kode yang menyerap unsur-unsur bahasa ali yang masih sekerabat,misalnya dalam peristiwa campur kode pada tuturan bahasa Indonesia terdapat di dalamnya unsur-unsur bahasa daerah. Campur kode ke luar (outer code mixing) adalah campur kode yang menyerap unsur-unsur bahasa asing, misalnya gejala campur kode pada pemakaian bahasa Indonesia terhadap sisipan bahasa asing.

Campur kode campuran (hybrid code mixing) adalah campur kode yang di dalamnya mungkin klausa atau kalimat telah menyerap unsur bahasa asli (bahasa-bahasa daerah) dan bahasa asing. Semakin majunya teknologi dan penggunaan media sosial semakin menjamur, penggunaan bahasa asing di dalam media sosial bukan lah sesuatu yang asing. Khususnya dikalangan remaja penggunaan bahasa Indonesia yang dibarengi dengan bahasa asing sudah menjadi hal biasa dan lumrah. Biasanya penggunaan dua bahasa atau lebih dalam satu waktu ini terjadi di media sosial atau juga dikehidupan sehari hari anak-anak kota. Fenomena ini disebut dengan campur kode dimana ada dua bahasa yang digunakan secara bersamaan dalam satu waktu.

Dalam campur kode memiliki ciri kebergantungan yang ditandai dengan adanya hubungan timbal balik antara peranan dan fungsi kebahasaan. Peran yang dimaksud adalah siapa yang menggunakan bahasa, dan fungsi merupakan apa yang hendak dicapai penutur dengan tuturannya. Terdapat hubungan erat antar identitas penutur dengan bahasa yang digunakan (Soewito, 1983:75). Menurut Myres dan Scotton (Piantari dkk. 2011: 13) alih kode adalah peralihan penggunaan kode satu ke kode bahasa yang lainnya. Sedangkan campur kode adalah penggunaan satuan bahasa dari satu bahasa ke bahasa lain untuk memperluas gaya bahasa atau ragam bahasa, termasuk di dalamnya pemakaian kata, frasa, klausa, idiom, dan sapaan (Kridalaksana, 2008: 40).

Campur kode adalah suatu peristiwa yang lumrah terjadi di tempat-tempat yang di dalamnya mempertemukan orang-orang yang berasal dari daerah dan bahasa yang berbeda-beda. Seperti misalnya di daerah Banten dibeberapa wilayah menggunakan bahasa sunda dan bahasa Indonesia secara bersamaan. Di Ibu Kota, fenomena campur kode ini biasanya dilakukan oleh remaja yang berdomisili di Jakarta Selatan, di mana di kawasan itu memang dikenal sebagai kawasan elit yang sebagian besar penduduknya bersekolah di sekolah internasional. Biasanya bahasa yang digunakan justru dominan bahasa asing ketimbang bahasa Indonesia. Misalnya, bahasa Inggris yang memang digunakan dalam setiap kegiatan KBM dan juga digunakan antar siswa untuk saling berkomunikasi.

Kebiasaan menggunakan bahasa asing tersebut kemudian terbawa hingga keluar lingkungan sekolah dan pada akhirnya terjadilah fenomena campur kode itu, penggunaannya juga banyak ditemukan di media sosial dan kini akrab dikenal sebagai bahasa anak JakSel. Kegiatan berkomunikasi yang dilakukan secara bergantian dapat melahirkan pemakaian dua bahasa. Fenomena ini sejujurnya terjadi dihampir seluruh lapisan masyarakat. Ada yang dinamakan campur kode kedalam ada juga yang dinamakan campur kode ke luar.

Campur kode ke dalam banyak ditemui di masyarakat kita, contohnya seperti di masyarakat Banten yang beberapa wilayahnya saling berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Sunda dan juga bahasa Indonesia pastinya. Media sosial menjadi platform yang paling banyak terjadi proses campur kode. Dalam media sosial twitter misalnya, banyak penggunanya yang menggunakan campur kode ini. Mereka kerap kali membuat status menggunakan dua bahasa yaitu bahasa Inggris, fenomena ini disebut campur kode ke luar.

Contoh lainnya juga bisa ditemukan di Facebook biasanya penutur bahasa daerah yang membuat status dengan bahasa Indonesia yang kemudian akan dicampur dengan bahasa daerahnya untuk kata tertentu yang mungkin tidak ingin diketahui oleh khalayak umum dan ingin hanya penutur dari daerahnya saja yang bisa menangkap apa yang ingin ia sampaikan, fenomena ini disebut fenomena campur kode ke dalam.

Posting Komentar

0 Komentar