Membangun Tradisi Literasi Baca-Tulis di Masyarakat


 
GHIRAHBELAJAR.COM - Oleh: Taufik Indarto, M.Pd., Pengajar di SMP Al-Azhar Syifa Budi Jatibening

Revolusi Industri 4.0 sesungguhnya merupakan salah satu pemantik bagi pendidikan di Indonesia agar lebih intensif dalam menyiapkan generasi muda yang kompeten dan kompetitif guna menghadapi arus globalisasi yang telah nyata membawa perubahan di berbagai bidang. Kini, kita menghadapi dunia yang berubah cepat dan generasi baru telah lahir menggantikan generasi baby boomer (1946-1964) dan generasi X (1965-1980).

Cara belajar generasi baru (generasi Z dan Alpha) ini juga secara otomatis akan berubah dan daya literasi yang mereka serap juga akan berbeda dari generasi sebelumnya. Tidak menutup kemungkinan, perubahan kemajuan industri juga akan berdampak pada sikap dan mentalitas minat baca-tulis, khususnya di lingkungan sekolah yang berbanding terbalik dengan kemajuan pada sektor teknologi. 

Pemindaian informasi secara instan dengan mengabaikan proses literasi baca-tulis menjadikan anak terampil dalam pengoperasian teknologi. Namun, dalam pemahaman literasi baca-tulis rendah akibat ketidakseimbangan antara pengetahuan (kognitif) dengan keterampilan.

Hasil survei dan rekomendasi Programme for International Student Assessment (PISA), Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS), dan Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) menunjukkan bahwa skor PISA pada 2015 yang diumumkan pada 2016 menempatkan Indonesia di peringkat ke-64 dari 72 negara peserta. Melalui hasil tersebut timbul kegelisan masyarakat dan pemerintah terhadap rendahnya minat baca masyarakat Indonesia. 

Sehingga, diterbitkanlah Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti yang menandai perubahan fokus Indonesia, yaitu dari melek aksara mengarah kepada literasi.

Perubahan tersebut ditanggapi dengan serius oleh Kepala Badan Pengambangan dan Pembinaan Bahasa, bahwa pada 2017 diterbitkan Pedoman Sastrawan Masuk Sekolah , yaitu sebagai sarana pendampingan sekolah dalam meningkatkan dan menumbuhkembangkan minat baca-tulis siswa dimulai dari jenjang sekolah dasar hingga tingkat menengah atas. Kegiatan ini awalnya dilakukan dengan menetapkan lokus sekolah pada wilayah 3T, yaitu: (1) tertinggal, (2) terdepan, dan (3) terluar, dengan harapan dapat meningkatkan minat baca-tulis, khususnya pada karya sastra serta sebagai sarana asesmen kompetensi, literasi, dan aspresiasi masyarakat terhadap karya sastra. 

Padahal, dalam Survei Central Connecticut State University pada 2016, tingkat literasi penduduk Indonesia berada di posisi ke-60 dari 61 negara. Dengan begitu, Program Sastrawan Masuk Sekolah yang telah dicanangkan sebaiknya tidak hanya di wilayah 3T, melainkan juga dilaksanakan secara menyeluruh di tiap sekolah di Indonesia dengan bekerja sama oleh berbagai pihak, mulai dari tingkat pusat, UPT daerah, dan taman baca masyarakat.

Problem pengajaran sastra di sekolah bagi sebagian guru bahasa dan sastra adalah minimnya pengalaman guru menciptakan dan mengapresiasi karya sastra. Selain itu, pembelajaran sastra di sekolah hanya menjadi bagian mata pelajaran bahasa Indonesia yang membuat proses pembelajaran sastra tidak berlangsung secara optimal, kaku, dan seadanya. Sehingga, pembelajaran tersebut tidak mampu memberikan stimulus kepada siswa untuk belajar sastra secara total.

Kondisi seperti ini tentunya akan berdampak pada rendahnya minat baca-tulis anak bahkan buta terhadap tokoh pengarang maupun sastrawan. Pengembangan makna pada pembelajaran sastra wajib dilakukan sebagai aktualisasi nyata dalam meningkatkan minat baca-tulis serta sebagai sarana alternatif dalam menyelesaikan problematik pembelajaran sastra dalam pendidikan formal.

Di sisi lain, penyesuaian alih wahana juga perlu dilakukan karena adanya pandemi Covid-19 yang melanda dunia, bahkan Indonesia, berdampak di segala aspek kehidupan salah satunya pendidikan. Kondisi ini memaksa proses pembelajaran dilakukan secara daring dan berefek pada terbatasnya pengawasan dan pengembangan kompetensi terhadap siswa. 

Melalui Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darut Penyebaran Covid-19, yaitu dengan menerapan pembelajaran jarah jauh sehingga guru wajib mengambil langkah untuk mengubah pola mengajar supaya proses pembelajaran dapat dilakukan.

Kasus seperti ini memang menjadi tantangan pribadi untuk guru dalam mengembangkan kreativitas dan inovasi untuk mendesain proses pembelajaran menjadi lebih menarik. Misalnya, menumbuhkan motivasi intrinsik siswa yang dapat dilakukan melalui (1) memanfaatkan bahan bacaan dengan ilustrasi tingkat tinggi, (2) menghadirkan komunitas pegiat literasi, dan (3) memberi kesempatan sastrawan untuk mengajar secara daring maupun tatap muka terbatas agar siswa dapat berkomunikasi secara langsung. Sehingga, aktivitas ini sebagai pembelajaran berbasis pengalaman dan menjadi motivasi bagi guru dan siswa dalam bersastra di sekolah.

Melalui program tersebut sekolah juga akan mendapatkan pengalaman yang luar biasa dalam memberikan pelayanan terhadap peserta didik. Selain itu, sekolah yang menerapkan program tersebut dapat dijadikan sebagai sekolah percontohan praktik baik literasi baca-tulis bersama sastrawan. Jika realisasi kegiatan tersebut dapat dilaksanakan di tiap sekolah, siswa akan lebih mengenal dan tertarik pada karya sastra. Hal ini menjadi dasar pemantik minat literasi baca-tulis di lingkungan sekolah.

Melalui program yang telah dicanangkan dari berbagai pihak, hal itu dapat berjalan jika lingkungan dan keluarga mendukung terciptanya budaya literasi. Di awal tahun 2020 adanya pandemi Covid-19 justru sebagai momentum untuk memberikan perhatian khusus kepada keluarga tentang pentingnya berliterasi dan membangun budaya literasi sebagai sarana pengembangan dan kepekaan literasi baca-tulis yang berdampak pada interaksi dan pengembangan gerakan literasi di masyarakat. 

Dengan demikian, membiasakan kembali membaca buku pada anak di waktu senggang, menambah koleksi buku keluarga dan menciptakan taman baca di lingkungan rumah, hal ini dapat dijadikan sebagai sarana pengembangan untuk membudayakan literasi baca-tulis di masyarakat secara utuh dan berkelanjutan.

Posting Komentar

0 Komentar