Kenapa Perempuan Selalu Dituntut Good Looking?


GHIRAHBELAJAR.COM, Oleh Nurwijayanti

Perempuan selalu dituntut agar menjadi sempurna atau sering disebut dengan good looking. Good looking merupakan sebuah sebutan ketika kamu mempunyai postur tubuh ideal, kulit yang cerah, hidung mancung, wajah mulus tanpa jerawat, fashion yang bagus, saat itulah kamu dapat disebut sebagai seorang perempuan yang good looking. Bahkan masyarakat selalu menentukan standar kecantikan atau ke-goodlooking-an pada perempuan.

Sangat banyak konstruksi sosial yang memojokkan perempuan terkhusus standar good looking, “kamu terlalu gendut”, “kamu sangat kurus”, “kulitmu kurang cerah”, “rambut kamu kok keriting, wajah kamu jadi keliatan bulat, sepertinya kamu cocok dengan rambut yang hitam dan lurus, atau rambut yang berwarna juga bagus, tapi jangan yang terlalu ngejreng”, dan masih banyak lagi tuntutan-tuntutan lain yang selalu hanya ditujukan kepada perempuan, yang inti dari semua itu, perempuan harus selalu terlihat sempurna di pandangan orang lain.

Jangan mau didikte oleh ukuran cantik yang dibuat orang lain. Kamu boleh memilih definisi cantikmu sendiri. Standar kecantikan yang tak memanusiakan perempuan sudah harus ditinggalkan, yang lebih penting lagi sudah saatnya definisi cantik diperluas bukan hanya sesuatu yang bersifat bawaan dari lahir, karena itu hanya membuat kecantikan semata kata benda. Kecantikan juga seharusnya juga kata kerja. Seseorang menjadi cantik karena tindakannya, perbuatannya, aktivitasnya. Misalkan ketika perempuan mampu berbuat baik kepada sesama, menggerakkan lingkungan sekitar agar melakukan hal-hal positif, memperlihatkan sesuatu yang dapat mengubah menjadi lebih bermanfaat, itulah salah satu bentuk definisi kecantikan.

Dunia dan realitanya seolah berbondong-bondong mengilustrasikan standar kesempurnaan bagi perempuan melalui media, platform-platform yang sering diakses semua orang, atau segala sesuatu di sekelilingnya yang membuat para perempuan mulai berpikir bagaimana untuk mencapai kesempurnaan tersebut. Dan ketika mereka merasa tidak mungkin berada di standar sempurna yang dikonstruksikan lingkungan sosialnya, maka akan terbangunlah insecurity dalam dirinya. Hal ini yang menjadikan perempuan tidak percaya diri, tidak mencintai dirinya apa adanya, dan sibuk mengejar standar kesempurnaan menurut versinya dari apa yang digaung-gaungkan oleh masyarakat.

Perempuan berhak melakukan apa pun yang dia inginkan tanpa khawatir celaan dari sekitar. Kecantikan tidak semata kualitas bawaan yang melekat pada perempuan, tetapi juga energi yang menyebar dan dirasakan di sekelilingnya. Dan itulah yang menjadikan kecantikan berdampak. Cantik itu selain berani punya mimpi dan ambisi, juga kemurahan hati dan empati. Sebab perempuan bukanlah pemandangan, dan kecantikan bukan untuk diperlombakan. Semua perempuan tak harus seragam, bayangkan saja betapa menjenuhkannya jika seluruh manusia yang berjenis kelamin perempuan memiliki rambut yang hitam, lurus dan panjang, serta kulit putih, kurus dan tinggi. Perempuan tidak perlu terganggu dengan espektasi orang lain. Kekayaan ekspresi itu punya pesonanya masing-masing.

Banyak perempuan beranggapan bahwa dengan memenuhi standar kecantikan masyarakat, perempuan akan lebih bisa diterima oleh lingkungan sekitar, dimana standar inipun akan selalu berubah, sehingga menimbulkan ketidakpuasan perempuan pada dirinya sendiri, dan ini terjadi berulang-ulang. Perempuan akan terus mencari dan berusaha untuk memenuhi bentuk kecantikan yang dianggap sempurnah oleh masyarakat dan juga dirinya sendiri.

Tidak jarang juga ditemukan perempuan melakukan diet mati-matian sampai lupa kesehatan, membeli pakaian tanpa ingat dompet, dan membeli banyak produk skin care. Tidak sedikit dijumpai orang membeli produk skin care tanpa meneliti bahan penggunaannya, biar asal putih saja. Karena seperti itulah standar kecantikan saat ini, semakin putih semakin cantik. Semakin langsing semakin cantik. Semua mereka lakukan hanya untuk mengejar pengakuan cantik dari orang lain. Hal ini dikarenakan mereka melihat suatu kecantikan berdasarkan stereotipe yang selalu ditunjukkan dengan wanita bertubuh ramping, berkulit mulus, berwajah menarik, berwajah jenjang dan sebagainya yang berkaitan dengan kondisi fisik, seolah menjadi persyaratan utama seorang wanita agar berhak menyandang gelar cantik.

Menyimpulkan cantik atau tidaknya seorang perempuan dari penampilan fisiknya itu tidak salah, namun itu bukan satu-satunya cara untuk mendefinisikan cantik atau tidaknya perempuan. Karena kecantikan perempuan akan terlalu sempit jika dibatasi seberapa putih kulit kita, seberapa mancung hidung kita, dan seberapa berkelas make up kita. Banyak perempuan merasa insecure ketika tidak memenuhi standar tersebut. Ada sebuah pepatah mengatakan: “Beauty begins the moment you decide to be yourself”, kecantikan seseorang dimulai pada saat dia berani memutuskan untuk percaya diri menjadi dirinya sendiri.

Hal yang juga sering menjadi masalah yaitu ketika perempuan akhirnya menentukan pilihannya, akan selalu ada banyak faktor yang menjadi dampak, entah itu tradisi, norma, stereotipe ataupun hukum positif. Cara pandang dunia atas perempuan sering kali menjadikan mereka harus mempertimbangkan segala sesuatu dengan lebih berat ketika ingin menentukan pilihan atas dirinya sendiri. Tidak jarang perempuan diberi pertanyaan “mau bekerja atau menjadi ibu rumah tangga?”, yang sangat jelas pertanyaan serupa tidak pernah kita dengar ditujukan kepada laki-laki, misalkan “mau bekerja atau menjadi ayah yang baik?”.

Padahal, perempuan selalu memiliki sifat multiperan yang semuanya hadir dengan tuntutan. Perempuan bisa mengerjakan apa pun dan di manapun lingkungannya dengan berbagai bentuk aktivitas yang bervariasi, mereka bisa menjadi guru, penjual kecil-kecilan yang bisa dikerjakan di rumah, dan aktivitas positif lainnya yang bisa tetap dilakukan sekaligus meskipun menjadi seorang ibu dan juga istri. Yang menunjukkan jumlah perempuan berkarya tidaklah sedikit.

Pesan dari penulis kepada kalian perempuan-perempuan dimanapun kalian berada, kalian semua sempurnah dengan apa adanya kalian. Satu hal yang harus kalian yakini bahwa perempuan pun bebas menyampaikan pendapat, dan bebas merasa cantik dengan versi kalian masing. Perempuan selalu cantik walaupun datang dari asal yang berbeda-beda, misalkan sekalipun kalian berasal dari daerah Timur Indonesia yang memiliki kulit dominan lebih gelap, kalian tetap terlihat cantik dan sempurnah dengan keunikan yang kalian miliki. Begitupula siapapun kalian para perempuan dari seluruh pelosok Indonesia

Tulisan ini juga bertujuan untuk menambah wawasan masyarakat untuk memahami keadaan para wanita khususnya dalam mendefinisikan atau mematok standar kecantikan, agar masyarakat tidak hanya memandang kecantikan secara sebelah mata saja, namun mengusahakan untuk memberi motivasi dalam rangka perkembangan terhadap kecantikan yang positif. Selanjutnya masyarakat tidak terlalu memberikan suatu harga mati mengenai konsep kecantikan pada perempuan.

Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Retno Sari, ia mengemukakan pemaknaan cantik dipengaruhi oleh dua faktor yang dapat mempengaruhi persepsi makna cantik bagi masyarakat dan diklasifikasikan ke dalam dua kategori yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang terdiri dari faktor fisik dan kepribadian seperti postur tubuh (langsing, gemuk, pendek atau tinggi), kecantikan (cantik, atau tidak cantik), kesehatan (sehat atau sakit-sakitan), keutuhan tubuh (utuh atau cacat). Faktor Eksternal yang berasal dari diri seseorang yang terdiri dari faktor keluarga, ekonomi, media dan pendidikan.

Retno Sari juga menerangkan terkait pengalaman sosial perempuan yang berkulit gelap: komunikasi menyenangkan berupa penerimaan yang baik dan dukungan dari keluarga, tetangga, pacar dan teman dekat, bahan candaan yang membuat hubungan keluaraa menjadi lebih dekat dan harmonis, medapat perhatian lebih, mendapat gelar nama atau panggilan kesayangan, dan mendapat pujian manis, karakter unik serta tidak membosankan. 

Sedangkan pengalaman komunikasi tidak menyenangkan berupa penolakan dari pihak keluarga, tetangga, lawan jenis, dan teman, menjadi bahan candaan, mendapat ejekan, hinaan hingga tekanan, medapat gelar atau nama panggilan baru, kurang percaya diri dengan lawan jenis atau pacar diakibatkan anggapan negatif dari pihak keluarga, tetangga, lawan jenis, teman, dan susah mecocokkan baju dengan warna kulit.

Posting Komentar

0 Komentar