Demotivasi Menulis yang Menyenangkan Ala Puthut EA


 

GHIRAHBELAJAR.COM - Oleh: Rahmad Tri Hadi, Penulis, Pecinta Kopi, dan Penikmat Filsafat

Menulis adalah salah satu usaha yang paling purba dalam kehidupan manusia dari waktu ke waktu. Sebab, menulis merupakan proses dari menuangkan isi pikiran, perasaan, dan sebagai bentuk mengekspresikan diri dalam bentuk teks; skrip atau tertulis. Hal tersebut merupakan bagian dari kerja-kerja kemanusiaan dan keabadian. Meminjam salah satu kutipan Pramoedya Ananta Toer atau dikenal dengan Pram, “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Maka menulislah, karena dengan menulis adalah bekerja untuk keabadian.”

Menulis juga mengalami perkembangan dari waktu ke waktu, mulai dari zaman batu, zaman kertas dan percetakan hingga dunia digital. Namun, seiring berjalan waktu, semakin berkembangnya media massa dan teknologi, justru minat menulis mulai mengalami degradasi (penurunan), terutama di kalangan generasi millennial. Sebab, kebanyakan dari generasi tersebut lebih memilih yang bersifat audio-visual di beberapa platform mainstream, seperti konten Youtube, Instagram, Tiktok, dan lain sebagainya, ketimbang yang berbentuk teks, seperti buku atau sejenisnya. Sebab lebih praktis, menarik, tidak membosankan, dan lebih mudah memahami intisari dari yang ditampilkan.

Maka tidak mengherankan, jika kebanyakan generasi millennial lebih memilih mengonsumsi yang bersifat audio-visual, bahkan memilih menjadi konten kreator, youtuber, tiktoker, influencer atau streamer. Dampak makronya, lambat laun dunia kepenulisan perlahan-lahan akan memudar dan ditinggalkan. Berbagai upaya tentu diupayakan oleh beberapa kalangan yang peduli akan hal ini, entah melalui seminar, pelatihan, sekolah menulis, dan event lainnya. Entah ia berasal dari kalangan akademisi, sastrawan, jurnalis, wartawan, guru, dan lain sebagainya. Tujuan tersebut supaya menumbuhkan kembali tradisi, daya minat dan gairah menulis, terutama di kalangan generasi millennial yang memasuki usia produktif.

Berangkat dari kegelisahan di atas, dalam tulisan kali ini penulis menjadikan buku dari seorang penulis, peneliti, dan host dalam acara-acara podcast media youtubenya sekaligus kepala media ternama Mojok.co yakni Puthut EA dalam bukunya yang berjudul “Buku Catatan untuk Calon Penulis” sebagai resensi buku kali ini. Buku ini cukup unik, pertama tidak memuat tahun terbit, penerbitnya, dan alamat penerbitnya. Jadi, seakan menegaskan buku ini hendak berkomunikasi langsung kepada pembacanya tanpa intervensi dari pihak kedua, dalam hal ini adalah editor atau penerbit. Kedua, buku ini memuat beberapa lembar halaman kosong atau block note sebagai tempat untuk menorehkan tulisan atau menggoreskan tinta pembacanya.

Di halaman pertama, kita disambut dengan sekapur sirih oleh Puthut EA sebagai pengantar dalam bukunya. Dalam pengantarnya, Puthut EA berbagi sedikit cerita dan pengalamannya dalam mengajar menulis dan diskusi buku, mulai dari Aceh hingga Papua dalam berbagai lapisan masyarakat, mulai dari petani, anak SMA, pemuda-pemudi, para peneliti, sampai para akademisi. Namun, di kemudian hari sekitar dalam kurun waktu 10 tahun terakhir dia memutuskan tidak lagi mengisi acara semacam demikian.

Alasannya sederhana, karena kebosanan. Bosan karena ditanya bagaimana cara mendapatkan ide; kalau pikiran buntu solusinya apa; apakah buku X itu berdasarkan pengalaman pribadi penulisnya, bagaimana cara menerbitkan buku; bagaimana kelayakan publikasi suatu karya, dll. Puluhan pertanyaan yang hampir sama, yang hanya berkutat pada itu-itu saja. Bahkan Puthut sudah beberapa kali ikut andil dalam menyusun modul pelatihan, yang dia sesuaikan dengan peserta dan tujuan pelatihan menulis, yang utamanya pelatihan tersebut memakan waktu panjang sampai seminggu atau lebih, hingga tiba pada titik jenuh di mana ia memutuskan untuk menghapus semua itu.

Dengan lantang, Puthut menegaskan bahwa siapapun yang ingin menjadi penulis, berhentilah bertanya yang sebetulnya pertanyaan tersebut tidak perlu dipertanyakan kepada penulis siapapun. Sebab dengan sendirinya kita tahu, akar masalah dan jawabannya. Sesunggunya yang perlu dilakukan hanyalah duduk, diam, lalu mulailah menulis. Menulis. Dan menulis. Puthut menambahkan bahwa buku ini hadir karena keyakinan bahwa semua orang bisa menulis, dengan bermodalkan ketekunan dan segera memulainya, tanpa harus menunggu “kapan harus memulainya”.

Kemudian, Puthut memberikan challenge bagi siapa saja yang sungguh-sungguh menjadikan buku ini sebagai teman, sahabat, pacar atau selingkuhan menulis barangkali, maka tidak menutup kemungkinan dalam kurun waktu kurang dari satu bulan, Insyaallah akan terasa perkembangannya. Tapi buku ini juga bisa jadi hanya semacam ‘block note’ atau buku catatan (Warning: Disarankan bukan untuk daftar list mantan; atau catatan belanja). Dengan sedikit disclaimer, Puthut menjelaskan bahwa buku ini bukanlah semacam buku motivasi menulis, ini juga bukan buku panduan menulis. Ini semacam buku yang akan menemani Anda menulis.

Puthut juga menambahkan, bahwa jika menulis tidak diiringi dengan perasaan gembira, semua hanya sia-sia. Jadi, gembirakanlah hati terlebih dahulu, dan silahkan jadikan buku sederhana ini sesuai dengan keinginan pembaca. Di akhir kalimat pembuka, dengan salam hangatnya Puthut berharap semoga buku ini menjadi teman yang menyenangkan bagi pembaca, khususnya bagi yang ingin memulai langkah awal untuk menulis.

Berikut, penulis rangkum 20 demotivasi menulis yang menyenangkan ala Puthut EA. Pertama, sesungguhnya tidak ada penulis hebat di dunia ini. Yang ada hanyalah penulis yang terlatih dan penulis yang beruntung. Yang pertama bisa kita usahakan. Yang kedua, bukan hanya tidak bisa kita usahakan, tapi juga tidak perlu kita pikirkan. Kedua, jangan pernah membiasakan meninggalkan tulisan yang belum jadi hanya karena merasa kehabisan ide. Setiap kali muncul masalah seperti itu, hadapilah. Tanamkan di pikiran Anda, kalau Anda terbiasa membuat tulisan terbengkalai tak selesai, maka Anda akan punya kebiasaan lari dari tanggungjawab di kehidupan sehari-hari.

Ketiga, omong kosong kalau ada yang bilang menulis itu mudah. Tapi omong kosong juga kalau ada yang bilang menulis itu sulit. Menulis itu hanya rumit. Rumit itu bukan sulit. Keempat, penulis yang terlatih bisa menuliskan kemarahan. Tapi Anda tidak akan bisa menulis dalam keadaan sedang marah. Kelima, penulis terlatih perlu waktu untuk memulai. Tapi begitu menulis tak akan mudah terinterupsi. Keenam, seorang penulis tidak perlu menyimpan ketakutan terlihat bodoh di tulisannya. Sebab menuliskan kebodohannya hanya bisa dilakukan penulis yang terlatih.

Ketujuh, Anda harus yakin bahwa tulisanmu bagus. Sebab kalau Anda saja merasa tulisanmu jelek, jangan berharap orang lain akan menilai bagus. Kalau Anda merasa tulisanmu bagus sedangkan orang yang membaca beranggapan jelek, setidaknya Anda sudah membuat puas dirimu sendiri. Kedelapan, setiap orang mempunyai bakat di bidang menulis. Namun, secara fakta banyak orang yang berbakat menulis yang gagal menjadi penulis, dan orang-orang tak punya bakat menulis yang sukses menjadi penulis.

Kesembilan, menulis itu keren. Keras kepala agar terus bisa menulis itu jauh lebih keren. Kesepuluh, laptop seharga puluhan juta tak akan bisa menolongmu menulis dengan bagus. Penulis hebat bahkan hanya butuh beberapa lembar kertas atau menulis di ponsel. Kesebelas, karakter tulisan seseorang hanya bisa lahir lewat ratusan kali percobaan penulisan. Keduabelas, sering membaca buku bagus tidak menjamin seseorang penulis menghasilkan karya yang bagus. Sebab pengalaman membaca tak ada hubungannya dengan pengalaman menulis.

Ketigabelas, emosi paling sakral seorang penulis bisa sampai ke pembaca tanpa perlu memperindah dan memoles kalimat demi kalimat. Keempatbelas, kritik, sanjungan, dan penghargaan itu bisa penting dan tidak penting bagi seorang penulis. Kalau semua itu membuatmu tertekan, maka abaikanlah. Kelimabelas, jangan pedulikan pembaca. Sebab mereka punya cara dan sikap sendiri di dalam membaca. Keenambelas, jangan dikte pembaca. Anda penulis, bukan diktator.

Ketujuhbelas, setiap penulis tentu pernah merasakan momen kebosanan dalam menulis. Tapi selalu hanya berlangsung sebentar. Kemudian menulislah kembali. Kedelapanbelas, lama dan tidaknya waktu menulis mungkin ada kaitan dengan panjang dan pendeknya tulisan. Tapi tak ada hubungannya dengan kualitas tulisan. Kesembilanbelas, mulailah sebuah tulisan dengan membuka sebanyak mungkin kemungkinan untuk dilanjutkan. Keduapuluh, mengakhiri sebuah tulisan adalah keputusan yang tidak mudah dilakukan seorang penulis. Di situlah letak seni menulis.

Di bagian akhir halaman buku, Puthut EA membubuhkan satu kalimat sebagai penutup. “Anda telah menuntaskan sebuah petualangan menulis. Cukup banyak yang bisa Anda tulis bukan? Sekarang tulislah tentang pengalaman Anda bersama buku kecil ini.” Kesan saya terhadap buku ini seakan mengajak kita berdialog, dan menjawab problem yang dihadapi oleh setiap penulis, terutama penulis pemula. Oleh sebab itu, saya sangat merekomendasikan buku ini menjadi salah satu bacaan wajib bagi penulis yang ingin memulai pengalamannya dalam dunia kepenulisan. Jangan lupa siapkan buku tulis, laptop dan secangkir kopi untuk menemani aktivitas menulisnya, terima kasih.

Daftar Bacaan

EA, Puthut. Buku Catatan untuk Calon Penulis. T.Pn.: T.Alm. T.Th.

Posting Komentar

0 Komentar