Filantropi Ekonomi Minimalkan Ancaman Resesi


GHIRAHBELAJAR.COM - Resesi ekonomi menjadi momok yang dibicarakan di muka publik beberapa waktu belakangan. Bukan tanpa sebab, kelesuan ekonomi di berbagai negara di dunia sudah tampak tanda-tandanya. Bahkan, negara-negara maju seperti Amerika dan negara-negara Eropa tak luput dari ancaman ini. Di Indonesia juga sudah mulai terasa adanya inflasi dan harga komoditas yang kian meningkat.

Lantas, bagaimana dengan negara berkembang seperti Indonesia? Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa negara berkembang seperti Indonesia bisa saja terdampak resesi ekonomi yang tengah melanda negara-negara maju. Sebab, meskipun dinilai berada pada posisi aman, Indonesia masih memiliki kebergantungan terhadap negara maju. Inilah yang mesti diwaspadai.

Sehingga, berbagai sektor ekonomi perlu dikuatkan seraya mengoptimalkan potensi ekonomi yang ada. Tidak hanya bicara soal bagaimana pentingnya meningkatkan daya beli, menahan lonjakan harga bahan pokok, dan semacamnya, tapi juga bagaimana mengerahkan potensi-potensi yang dimiliki. Setidaknya hal itu dapat menjadi upaya untuk membangun ketahanan ekonomi yang berdaulat.

Dari Pola Karitatif ke Pemberdayaan

Gerakan filantropi Islam merupakan salah satu jawaban dalam menghadapi berbagai kesulitan ekonomi. Optimalisasi potensi pemanfaatan zakat, infak, sedekah, dan wakaf (ziswaf) di negeri ini memang tengah tumbuh subur. Berbagai lembaga filantropi bahkan bisa menyalurkan dan mengelola harta ziswaf cukup besar.

Hal ini setidaknya disebabkan dua hal. Pertama, umat Islam di Indonesia memiliki sifat kedermawanan dan kesetiakawanan sosial yang tinggi. Misalnya saja, dalam upaya tanggap bencana atas gempa bumi di Cianjur, hampir seluruh lembaga filantropi dan komunitas sosial bergerak menghimpun dan menyalurkan bantuan. Ditambah kemudahan berdonasi yang dapat dilakukan lewat aplikasi digital. Masifikasi pengumpulan dana kian mudah dan cepat tersalurkan.

Kedua, dari sisi kelembagaan, para penghimpun dan penyalur dana sosial keagamaan ataupun ziswaf dapat dipercaya. Lembaga-lembaga yang sudah terverifikasi benar-benar menghimpun dan menyalurkan bantuan dengan bertanggung jawab. Faktor ini amat besar pengaruhnya untuk menarik minat donatur yang hendak memberikan sumbangan.

Kendati begitu, bukan berarti tidak ada yang perlu dikoreksi. Upaya untuk menyalurkan dana sosial keagamaan dan ziswaf dalam konteks tertentu, seperti upaya pemulihan ekonomi atau bantuan sosial kepada korban bencana, memang amat diperlukan. Namun, di sisi lain, pemanfaatan dana sosial keagamaan untuk pengembangan jangka panjang juga perlu dipikirkan.

Sebab itulah upaya pemberian bantuan dengan pola karitatif harus pula diimbangi dan ditingkatkan dengan pamanfaatan dana untuk pemberdayaan masyarakat. Di sinilah peran filantropi ekonomi menjadi penting diketengahkan. Filantropi ekonomi adalah upaya jangka panjang yang tidak sekadar memberi. Seperti bunyi adagium, “jangan beri ikannya, tapi berilah kailnya.”

Pola pemberdayaan adalah satu sekuen yang wajib diikuti setelah melakukan pola karikatif jika ingin menggunakan cana ziswaf secara lebih bermanfaat (Burhani: 2019). Kedua pola tersebut memiliki dasar teologis dan argumentasi keilmuan. Namun, mesti ada pemanfaatan yang seimbang dan berkelanjutan.

Alokasi Dana Ziswaf

Sebab itulah, pilihan untuk menggunakan dana ziswaf dalam bentuk pemberdayaan, semisal untuk memberikan modal usaha, beasiswa pendidikan, membangun lokasi ekonomi kreatif, dan sebagainya, dapat menjadi peluang besar bila dikembangkan secara serius. Kemandirian ekonomi masyarakat dapat terbangun dengan perlahan. Hal ini bisa dicapai salah satunya dengan pemanfaatan wakaf produktif.

Laman Badan Wakaf Indonesia (BWI) menjelaskan, wakaf merupakan ajaran Islam yang menekankan pentingnya kesejahteraan ekonomi (dimensi sosial) dan kesejahteraan umat (www.bwi.go.id). Sebab itulah pemanfaatan dana wakaf sejatinya bisa digunakan untuk pemberdayaan berkelanjutan.

Seperti dijelaskan dalam laman BWI, wakaf produktif adalah harta atau pokok tetap yang dihibahkan untuk digunakan dalam kegiatan produksi dan hasilnya disalurkan sesuai dengan tujuan wakaf tersebut. Selain itu, wakaf produktif juga dapat diartikan sebagai harta yang digunakan untuk keperluan produksi baik di bidang pertanian, industri, perdagangan dan jasa yang manfaatnya bukan objek wakaf secara langsung, melainkan dari keuntungan bersih dari pengembangan wakaf yang diberikan kepada orang yang berhak menurut untuk tujuan wakaf (www.bwi.go.id).

Selain wakaf, dana ziswaf lain dan dana sosial keagamaan juga bisa dikerahkan ke sektor-sektor yang memiliki peruntukan jangka panjang. Hal ini tentu saja dengan dukungan regulasi, fatwa, dan kaidah-kaidah yang telah ditentukan. Dalam koridor seperti inilah

Kolaborasi untuk Umat

Memang dengan pola pemberdayaan, manfaat tidak langsung terasa secara seketika. Namun, dengan begitu, “kail” yang diberikan akan memiliki potensi berkembang menjadi “pukat” yang bisa menangkap dan menjala “ikan” lebih banyak. Inilah manfaat besar yang akan didulang di kemudian hari.

Artinya, peluang untuk mengusahakan yang lebih baik dan berkelanjutan akan terbuka lebar. Sehingga, masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah dapat lebih berkembang dan produktif dengan pemanfaatan dana sosial keagamaan dan ziswaf secara lebih terarah.

Hal ini tentu tidak bisa simsalabim, tetapi membutuhkan dukungan dari berbagai pihak. Mulai dari ormas Islam, lembaga filantropi, hingga pemangku kebijakan untuk bersama merancang program kolaboratif secara berkelanjutan. Maka, kunci menghadapi ancaman resesi yang sedang ditakutkan ialah dengan bergandeng tangan, membangun kekuatan, dan terus membuka peluang dan potensi yang sebenarnya kita miliki. Percayalah kita pasti bisa!

Posting Komentar

0 Komentar