Menangkap 3 Pesan dalam Puisi Teguh Esha 'Jika Aku Cinta Bangsaku'


GHIRAHBELAJAR.COM, Menangkap 3 Pesan dalam Puisi Teguh Esha 'Jika Aku Cinta Bangsaku' - Oleh: Ahmad Soleh

Tak lama setelah kepergian HS Dillon pada 16 September 2019, saya tak sengaja menemukan cuplikan video beliau tengah membacakan puisi berjudul “Jika Aku Cinta Bangsaku” karya Teguh Esha dalam acara peluncuran bukunya berjudul Indosara, di kanal Youtube.


Teguh Esha sendiri merupakan penulis novel Ali Topan Anak Jalanan yang pernah booming pada era 1970-an. Generasi 1990-an pasti kenal judul novel tersebut lewat film layar lebar dan sinema di televisi.

Berikut saya kutip puisi Teguh Esha tersebut:

Jika Aku Cinta Bangsaku


Jika aku cinta bangsaku
aku cinta orang-orang berimannya
aku cinta orang-orang muslimin dan muslimatnya
aku cinta orang-orang nasraninya
aku cinta orang-orang yahudinya
aku cinta orang-orang hindunya
aku cinta orang-orang buddhanya
aku cinta orang-orang konghucunya
aku cinta orang-orang agnostiknya
aku cinta orang-orang aliran kepercayaan dan kebatinannya
aku cinta orang-orang ateisnya

jika aku cinta bangsaku
aku cinta orang-orang nasionalisnya
aku cinta orang-orang sosialisnya
aku cinta orang-orang komunisnya
aku cinta orang-orang liberalnya
aku cinta orang-orang nonpartisannya

mereka semua saudara-saudaraku
dan saudari-saudariku sebangsa setanah air
dengan izin Allah aku panggil mereka semua kembali
ke jalan Allah yang satu yang mulia
sang pencipta semua manusia
yang mencipta aku dan mereka
jalan keselamatan yang indah dan damai
dan penuh ketenangan dan kerelaan
dan rahmat Allah sang pencipta dengan doa dan cinta
tanpa fitnah, tanpa dusta, tanpa paksa,
gratis, tanpa bayaran dari siapa pun
kecuali dari Allah, yang kaya yang terpuji.

Teguh Esha


Tiga Pesan

Dari puisi tersebut setidaknya ada tiga pesan yang bisa kita tangkap. Pertama, bahwa untuk mencintai bangsa ini pertama kita mesti sadar akan adanya perbedaan, baik itu perbedaan agama, ras, suku, perbedaan pendapat, maupun sudut pandang politik.

Perbedaan merupakan fakta kodrat dalam kehidupan manusia. Dengan adanya perbedaanlah kita bisa saling mengenal, hidup berdampingan, dan bekerja sama. Ada semangat pluralisme dalam puisi ini. 


Kedua, kita mesti menyadari dan sepakat bahwa persaudaraan dalam perbedaan itu bukan hal mustahil diwujudkan di bumi Indonesia. Apalagi, bagi Indonesia yang penduduknya majemuk.

Bagi umat Muslim misalnya, diperintahkan dalam surah Al-Hujurat ayat 13 untuk lita’arafu (saling mengenal) dalam menghadapi perbedaan. Dalam konteks kehidupan kebangsaan ada yang namnya ukhuwah wathaniyah (persaudaraan sebangsa atau kebangsaan). Sehingga, dengan adanya ikatan persaudaraan itu, kita bisa hidup bersama dengan damai, tanpa perseteruan.

Ketiga, adanya semacam ungkapan bahwa mengajak ke jalan Allah yang satu, hendaknya tidaklah dengan paksaan, lebih-lebih kekerasan. Di sini, ada seruan agar para pemeluk agama hendaknya berpikir dan bertindak moderat (tengahan) dalam mendakwahkan ajaran agamanya maupun menyikapi pemeluk agama lain. 

Ada hal yang lebih penting untuk dijaga, yakni persaudaraan dan kebersamaan dalam hidup aman dan damai.



***
Miliki Buku Terbaru Ahmad Soleh Berikut Ini:

Memutus Wabah Pilu Menyemai Benih Rindu (Diva Press, 2020)




Aku Ingin Jadi Seperti Buya Hamka (Haura, 2020)




Posting Komentar

0 Komentar