Buku Baru: Mengeja Aksara Realitas


GHIRAHBELAJAR.COM - ENTAH apa yang bakal kamu pikirkan ketika mendengar kata imajinasi (imagination). Khayalan, lamunan, mimpi, fiksi, tidak nyata, atau yang lainnya. Yang jelas, imajinasi yang penulis maksud adalah sebuah gambaran akan realita sebagaimana menjadi mimpi kita bersama. Ya, bukankah kita selalu memimpikan tegaknya keadilan dalam kehidupan ini. Bukankah kita selalu bermimpi tentang pendidikan yang bisa dijangkau oleh semua kalangan?

Bukankah kita bermimpi manusia Indonesia bisa lebih maju dalam berpikir dan berkarya? Bukankah kita juga bermimpi kehidupan sosial kita bisa berjalan dengan rukun, damai, toleran, dan harmonis. Semua mimpi itulah imajinasi tentang Indonesia. Dalam bahasa filsafat imajinasi itu disebut das sollen (kondisi ideal). Sementara apa yang kita hadapi saat ini adalah realitasnya, yang kemudian disebut das sein. Das sollen dan das sein kerap tampak tidak sejalan. Kita akrab menyebutnya, “Teori tidak sesuai dengan kenyataan.” Dan itulah yang terjadi dan kita rasakan.

Di mana kita memimpikan kehidupan bangsa yang baik, tapi yang terjadi malah sebaliknya. Korupsi tumbuh subur, suara rakyat dibungkam, politik uang merajalela, dan sebagainya. Di satu sisi kita juga memimpikan hidup yang layak, dengan adanya akses pendidikan yang berkualitas dan terjangkau, fasilitas kesehatan yang juga bisa dijangkau dengan mudah, dan sebagainya. Namun, yang terjadi sungguh ironi. Pendidikan, benar kata Iwan Fals, adalah anak tiri yang kesepian. Dalam pelayanan kesehatan pun, masih kita temukan adanya praktik bisnis yang merugikan rakyat kecil.

Selain itu, tentu masih banyak imajinasi kita yang mentok. Tidak bertemu dengan kenyataan. Tidak bertemu dengan realitas. Maka, dengan berbagai catatan dalam buku ini, penulis mencoba merekam dan memberikan pandangan dan analisis tentang bagaimana semestinya. Karena bangsa Indonesia ini merupakan bangsa yang belum selesai. Seperti dikatakan Cak Nur, proses meng-Indonesia itu masih berlanjut. Kita belum menjadi dalam arti final sebagai sebuah hasil, tapi menjadi dalam konteks proses. Proses itulah yang mesti kita lewati dengan sepenuh hati.

Apalagi, bangsa Indonesia memiliki sumber daya kaum muda yang melimpah. Ditambah beberapa tahun ke depan diprediksi bakal ada bonus demografi yang artinya makin banyak populasi kaum muda. Bila peran-peran itu tidak diisi oleh kaum muda, bangsa ini tidak akan menemui ujungnya. Bukankah kemerdekaan kita juga berkat desakan para pemuda? Tugas para pemuda di zaman sekarang inilah untuk melanjutkan perjuangan mengisi kemerdekaan itu. Hingga pada akhirnya, dengan berbagai proses yang panjang dan melelahkan, apa yang menjadi imajinasi kita bisa menjadi kenyataan.

***

Esai-esai yang terhimpun dalam buku ini merupakan esai yang saya tulis dalam rentang tahun 2012 hingga terbaru (2021). Bila ditelaah secara kritis pasti banyak kekurangannya. Wajar saja, karena pada beberapa bagian, esai dalam buku ini saya tulis semenjak masih mahasiswa dulu, saat mulai belajar nyenengi kegiatan menulis. Meski begitu, saya meyakini apa yang saya himpun dalam buku ini merupakan catatan penting soal realitas yang saya temui saban harinya. Esai-esai ini memang tidak bicara pada tataran teori secara mendalam, melainkan lebih menyajikan analisis, pendapat, pandangan, maupun perasaan pribadi saya dalam melihat dan merespons sebuah kejadian, peristiwa, isu, maupun wacana yang tengah merebak di tengah masyarakat.

Di antaranya adalah isu mengenai sosial, politik, dan budaya yang merupakan isu yang selalu hangat dan sangat lekat dengan kehidupan kita. Esai-esai singkat dalam buku ini menjadi gambaran kegelisahan yang saya alami ketika melihat realitas yang kian kompleks. Realitas itu, dalam pandangan saya, bagaikan aksara. Kita sebagai subjek harus berusaha membacanya dengan teliti untuk bisa menangkap pesan, menguak misteri, melihat problem, dan mencoba menggagas pikiran-pikiran untuk sebuah perubahan.

Secara teknis pun, buku ini memang ditulis dengan seadanya. Dan saya sengaja menyajikannya demikian supaya pembaca bisa merasakan dan menangkap apa yang saya rasakan dan apa kegelisahan saya. Lebih lagi, sebagian besar tulisan dalam buku ini memiliki konteks ruang dan waktunya masing-masing. Sehingga penggambaran apa adanya itu menjadi penting, agar teks tidak lepas dari konteksnya.

Sekali lagi, buku ini bukanlah buku teoritis, sebab itulah tidak menyajikan teori-teori atau kajian ilmiah yang mendalam. Lagi-lagi saya sengaja menyajikan yang demikian lebih karena saya ingin mengedepankan intuisi dan kepekaan dalam membaca dan merespons realitas. Yang saja coba rangkum dalam istilah “mengeja”. Sebab, boleh diakui bahwa apa yang saya tulis dalam buku ini masih dalam tahap “mengeja” belum sampai betul-betul membaca, apalagi merespons secara serius. Pada akhirnya, saya pun memutuskan mengusung judul Mengeja Aksara Realitas untuk buku ini.

***

Identitas Buku

Judul: Mengeja Aksara Realitas; Esai-Esai Sosial, Poltik, dan Budaya
Penulis: Ahmad Soleh
Penerbit: Haura Publishing
Tebal: 147 halaman
Ukuran: 14x20 cm
Harga: Rp 39.000,-
Pesan melalui WA: 085717051886

Sampul Buku




Posting Komentar

0 Komentar