Perempuan Selalu Benar, Benarkah Begitu?


 

GHIRAHBELAJAR.COM, Oleh Siti Nuroh, Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

“Iya, deh…iya, kamu benar. Kan perempuan selalu benar”

Pernahkah Anda mendengar teman, keluarga, atau pasangan mengatakan ini? Atau sering? Saat sedang bertengkar dengan seseorang, ekspresi seperti ini adalah salah satu hal yang biasanya diucapkan laki-laki ketika sedang malas atau tidak bisa menjawab pernyataan terakhir dari perempuan yang diajak bicara.

Tentu saja, ungkapan ini tidak memiliki makna denotatif belaka. Ada sarkasme (cemoohan atau ejekan kasar) yang menekankan jenis kelamin seseorang di sana, yang biasanya diucapkan ketika laki-laki sebenarnya tidak setuju dengan perempuan, tetapi bertindak seolah-olah perempuan itu benar.

Ungkapan itu jauh dari bentuk sanjungan. Sebaliknya, itu adalah serangan yang harus dilawan setiap hari. Saya kira ungkapan ini setara dengan ungkapan "laki-laki tidak boleh menangis atau cengeng" atau "transgender itu galak" yang intinya menekankan generalisasi menyesatkan yang seksis (adanya penilaian negatif terhadap seseorang, karena seseorang tersebut adalah perempuan) dan misoginis (orang yang membenci perempuan).

Menyesatkan? Mengapa? karena pada kenyataannya, manusia dengan gender apapun pasti pernah dan bisa kembali melakukan kesalahan. Menyesatkan karena ketika perempuan melakukan kesalahan dan laki-laki mengatakan dia selalu benar, mereka hanya ingin menertawakan perempuan sebagai badut yang melakukan kebodohan lebih lanjut, seolah-olah “perempuan selalu benar” untuk diacungi jempol. Hal ini menyesatkan karena penempatan perempuan pada posisi superior “selalu benar” yang bertolak belakang dengan kondisi di lapangan, ketika perempuan seringkali dipersalahkan atas pikiran atau tindakannya.

Pada kenyataanya perempuan selalu salah karena sejatinya peran perempuan dibentuk oleh kontruksi sosial. Sebagai contoh ada beberapa ungkapan yang seolah-olah perempuan selalu benar, justru malah sebaliknya.

  1. Perempuan yang tidak menggunakan make-up, dianggap tidak bisa mengurus diri. Giliran perempuan memakai make-up dikira mau menggoda laki-laki.
  2. Perempuan sekolah tinggi-tinggi dianggap menyalahi kodratnya sebagai ibu rumah tangga, sedangkan perempuan yang memutuskan untuk jadi ibu rumah tangga dianggap pengangguran.
  3. Perempuan yang di chat atau calling diam saja, dibilang “sombong amat si”, giliran dijawab agak ketus karena risih, bilangnya “jadi perempuan galak amat”.
  4. Sering dibilang “senyum si Neng, biar cantik”, giliran senyum dibilang kegenitan.
  5. Sesircle sama perempuan dibilang team ghibah. Akrab dikit sama sircle laki-laki dibilannya murahan.
  6. Jaga pandangan dan nunduk dikira sombong. Giliran friendly dan senyumable dibilangnya “so asyik banget heran”.
  7. Sering keluar rumah, dibilang perempuan gak bener. Giliran stay di rumah terus, dibilang “ngapain di rumah terus sih, keluar sana ngapa”.
  8. Minta acara nikahan sederhana dikira hamil duluan, giliran minta pesta mewah, dikiranya matre, glamor, boros, ngabis-ngabisin duit.

Masih benarkah pernyataan “Perempuan selalu benar"?


Ungkapan di atas hanya sebagian kecil dari sekian banyak pengalaman yang dipersalahkan perempuan di masyarakat, sebenarnya sejalan dengan makna konotatif “perempuan selalu benar”. Keduanya menyudutkan perempuan, hanya satu yang membungkusnya dengan merendahkan. Kedua, harus dipatahkan dan dianggap sudah tidak lazim lagi dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.

Posting Komentar

0 Komentar