Hamim Ilyas: Layanan Kesehatan Muhammadiyah Jangkau Desa-Desa


GHIRAHBELAJAR.COM, JAKARTA – Dr H Hamim Ilyas MAg mengatakan, Muhammadiyah memiliki potensi dalam penyediaan layanan kesehatan jiwa. Bahkan, ia menjelaskan, Muhammadiyah dan Aisyiyah bisa menjangkau mulai dari provinsi hingga ke desa-desa. Hal itu disampaikan dalam Seminar dan Lokakarya Nasional (Semiloknas) bertema “Kebijakan dan Peran Serta Organisasi Kemasyarakatan dalam Mendukung Terciptanya Kesehatan Jiwa Keluarga Indonesia dalam Mencerahkan Peradaban Bangsa”, Rabu (3/8).

Menurut Hamim, beragam masalah kesehatan jiwa perlu mendapat perhatian khusus dan harus diselesaikan oleh berbagai lini dengan program lintas sektor. Sebab itulah Muhammadiyah dan Aisyiyah harus mengambil peran dalam meningkatkan mutu hidup maasyarakat Indonesia.

“Muhammadiyah mampu melaksanakan banyak hal termasuk di antaranya adalah mengedukasi masyarakat, membantu peningkatan layanan kesehatan jiwa, melakukan program promotif, preventif, kuratif ataupun rehabilitatif guna meningkatkan mutu hidup masyarakat serta ikut serta dalam proses advokasi kebijakan,” katanya dalam kegiatan yang digelar Majelis Kesehatan PP Aisyiyah, MPKU PP Muhammadiyah, dan RSIJ Cempaka Putih di Aula AR Fachrudin lantai II Gedung Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA (Uhamka) dan Zoom Meeting, Rabu (3/8).

Hamim mengatakan, rekomendasi dan program guna merampungkan beragam persoalan kesehatan jiwa bakal dibahas dalam lokakarya hari ini. “Secara khusus lokakarya membahas tentang konsep rumah sehat jiwa yang diharapkan bisa menjadi solusi berbagai permasalahan kesehatan jiwa dengan pendekatan individu, kelompok, dan komunitas. Sebagai solusi yang tidak terpisahkan, penting untuk memperkuat sikap orang tua dan keluarga dalam mendidik serta mendampingi anak-anaknya supaya tumbuh baik dan sehat secara fisik, mental, maupun spiritual,” ujarnya, Rabu (3/8).

Darurat Penyimpangan Seksual


Salah satu persoalan kesehatan jiwa yang menjadi sorotan adalah penyimpangan seksual. Prof Dr Ir Euis Sunarti Msi, narasumber lainnya, mengatakan, secara khusus Indonesia mengalami darurat penyimpangan seksual. Prof Euis juga menjelaskan, berdasarkan data Kementerian Kesehatan pada 2012, ada 1.095.970 LSL (homoseksual) di Indonesia, padahal pada 2009 totalnya hanya 800 ribu jiwa dan kecenderungan ini semakin bertambah. Menurut Laporan LGBT Nasional Indonesia (2013) jumlah organisasi LGBT di Indonesia juga terus berkembang.

“Setidaknya ada dua jaringan nasional dan 119 organisasi yang didirikan di 28 dari 34 provinsi di Indonesia. Sebagian besar di antaranya produktif berperan di sektor kesehatan, media informasi, hiburan dan pelaksanaan kegiatan sosial serta pendidikan. Meningkatnya jaringan ini pun ditunjukkan dengan gencarnya kampanye gerakan ini di media. Data Drone Emprit pada bulan September hingga Oktober 2021 menunjukkan bahwa peningkatan pencarian informasi LSL di media sosial semakin meningkat,” kata Prof Euis.

Prof Euis juga menyebutkan, beragam tantangan kesehatan jiwa ini tidak bisa tertanggulangi dengan baik lantaran ketidaksetaraan akses bagi layanan kesehatan jiwa. Laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2017 menunjukkan bahwa Indonesia hanya mempunyai 48 RSJ dan 269 unit layanan kesehatan jiwa di RSU. Di sisi lain, tenaga pemberi layanan Kesehatan jiwa masih terbatas.

“Data Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa hanya terdapat 600-800 psikiater di Indonesia yang di mana per orang harus melayani 300 ribu-400 ribu pasien yang tersebar secara tidak merata. Begitu juga total tenaga psikologi klinis yang terjun langsung di sektor kesehatan dan rumah sakit hanya 1.143 orang pada tahun 2019. Hal ini jauh di bawah standar WHO yaitu per tenaga psikolog atau psikiater melayani 30 ribu orang,” katanya menambahkan, Rabu (3/8).

Kekerasan Seksual Meningkat

Sementara itu, ketua panitia semiloknas, Elisa Kurniadewi, mengungkapkan, penyelenggaraan semiloknas ini dilatari oleh kepedulian Muhammadiyah menjawab tantangan kesehatan jiwa di Indonesia. Riskesdas tahun 2018, kata dia, menghasilkan prevalensi gangguan emosional pada penduduk berumur 15 tahun ke atas meningkat 1,6 kali dari 6 persen menjadi 9,8 persen pada tahun 2013 hingga 2018.

“Begitu pun dalam kurun waktu yang sama, prevalensi gangguan jiwa berat meningkat 4 kali lipat dari 1,7 persen menjadi 7 persen. Bahkan data Aplikasi Keluarga Sehat tahun 2015 menghasilkan 15,8 persen keluarga mempunyai gangguan jiwa berat. Indonesia masih menghadapi masalah penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif yang diduga menyebabkan kerugian ekonomi sebesar 84,6 triliun (77,42 triliun rupiah digunakan untuk pengobatan pribadi dan 7,2 triliun digunakan untuk biaya sosial),” kata Elisa melalui rilisnya, Rabu (3/8).

Ia menambahkan, tingginya permasalahan kesehatan jiwa pun relevan dengan tantangan kekerasan domestik. Data berdasarkan catatan Komnas Perempuan pada 2019, selama 12 tahun menunjukkan kekerasan seksual terhadap perempuan meningkat hampir 8 kali lipat. Begitu juga menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bahwa meningkatnya prevalensi kasus kekerasan anak.

“Kasus yang tercatat pada 2010-2017 sebanyak adalah 26.954 kasus. Mirisnya dalam kasus kekerasan anak yang berujung kematian, pelaku terbanyak adalah ibu kandung (44 persen), disusul oleh ayah dan ibu tiri (22 persen), ayah kandung (18 persen), pengasuh (8 persen), tante dan kerabat lain (8 persen). Begitu pun laporan OECD-PISA 2018 yang dirilis tahun 2019 menunjukkan bahwa 41 persen siswa di Indonesia pernah mengalami perundungan yang akan berdampak bagi mutu dan kesehatan jiwa bangsa dalam jangka panjang,” ujar Elisa, Rabu (3/8).

Rangkaian Jelang Muktamar

Kegiatan ini merupakan rangkaian acara menjelang Muktamar ke-48 Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah pada 18-20 November 2022. Dalam kegiatan Seminar Nasional ini, turut hadir sejumlah narasumber, di antaranya Dr. H. Hamim Ilyas, M.Ag.; Prof. Dr. Ir. Euis Sunarti, M.Si.; psikolog Dra. Ely Risman Musa; dan dr. Era Catur Prasetya, SpKJ. yang membawakan materi mengenai kesehatan jiwa dari perspektif pandangan keagamaan Muhammadiyah, ketahanan keluarga, psikologi, dan psikiatri.

Semiloknas ini pun diikuti oleh pimpinan, lembaga, majelis di Aisyiyah dan Muhammadiyah, MKES, MPKU, serta organisasi otonom baik di tingkat pusat, provinsi hingga kabupaten dan kota serta organisasi kemasyarakatan di tingkat nasional. Lokakarya ini juga mengikutsertakan aktivis kesehatan jiwa dan para pakar kebijakan kesehatan jiwa. (ed: Soleh)



Posting Komentar

0 Komentar