Apa Sih Alasan Kita Harus Menulis? Simak Jawaban Ini



GHIRAHBELAJAR.COM - Apa sih alasan kita menulis? Ini menjadi pertanyaan bagi siapa pun yang hendak menulis tapi bingung mau menulis itu tujuannya untuk apa. Nah, untuk menjawab pertanyaan ini saya punya jawaban yang cukup menarik dan bisa memantik nalar kita. Pertama, apakah menulis membutuhkan alasan? Bila yang dimaksud alasan itu adalah motivasi, maka saya jawab itu sangatlah perlu.

Tentu saja sangat perlu karena menulis merupakan kegiatan yang tidak lepas dari kehidupan kita. Alasan bila kita lihat dalam kamus, artinya adalah dasar, asas, dan hakikat. Alasan juga berarti hal yang menjadi pendorong (untuk berbuat). Motivasi secara umum bermakna dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Itulah alasannya, kita selalu butuh alasan untuk melakukan suatu hal. Kita butuh motivasi. Termasuk salah satunya adalah untuk menulis.

Lalu, kembali lagi ke pertanyaan di awal paragraf tulisan ini, apa sih alasan kita menulis? Mungkin beberapa petuah berikut ini bisa mencerahkan pikiran kita. Rasulullah SAW pernah bersabda, “Ikatlah ilmu dengan menulisnya.” Rasulullah menegaskan fungsi menulis adalah untuk mengikat ilmu. Jadi apa yang kita dengar, apa yang kita baca, bila kita menulisnya akan lekat dalam ingatan. Asy-Syaabi, tokoh Muslim setelah para sahabat, menasihatkan pula, “Apabila engkau mendengar sesuatu ilmu maka tulislah, meskipun di dinding.”

Imam Al Ghazali pernah berkata: "Jika kau bukan anak raja dan bukan pula anak ulama besar maka menulislah." Percayalah bila kita bukan siapa-siapa, bukan berarti kita tak bisa berbuat apa-apa. Setiap orang punya kesempatan mencetak sejarahnya sendiri. Siapa yang akan mencatat kita pernah ada di dunia ini? Sedangkan kita bukanlah siapa-siapa. Tidak terpandang. Hanya manusia biasa. Maka, menulis menjadi salah satu jalan agar kita mampu menulis sejarah kita sendiri.

“Menulis adalah bekerja untuk keabadian,” ujar Pramoedya Anan Toer. Sedangkan Chairil Anwar, sang sastrawan pelopor angkatan 45, dalam salah satu baris puisinya menyatakan: “Aku ingin hidup seribu tahun lagi.” Menulis itu mencetak jejak, bukan untuk membuktikan siapa diri kita, tapi untuk merawat peradaban. Bila peradaban itu ada di tangan penulis, maka kita tidak boleh hanya menjadi pembaca. Menulislah!

Seorang guru bangsa pemilik kost-kostan yang ditinggali Soekarno, Syahrir, dan Musso, mengatakan: “Jika kamu ingin menjadi pemimpin besar maka menulislah seperti wartawan dan berbicara seperti orator.”

Menulis tidak bisa kita mungkiri menjadi bagian penting dalam setiap perjalanan sejarah peradaban dunia. Begitu pun dalam kemerdekaan Indonesia di mana salah satu medium menyebarkan ide nasionalisme dan kemerdekaan adalah lewat tulisan di media-media.

Bila kita ingin menjawab pertanyaan di atas, maka baiknya kita cerap baik-baik beberapa petuah, nasihat, dan anjuran di atas. Ditambah lagi, Buya Hamka pernah mengatakan bahwa penulis adalah pembina peradaban. Para penulislah yang menghidupkan suatu peradaban dengan ide, gagasan, dan karya-karyanya.

Maka, niatkanlah menulis itu untuk menyemai kebaikan. Menulislah dengan hati nurani, perasaan, dan penuh penghayatan. Menulis itu tanggung jawab intelektual, tanggung jawab orang berilmu. Dan tanggung jawab siapa pun yang ingin merawat peradabannya.

Bila sudah menulis, kemudian percayalah bahwa apa yang kita tulis akan menuai hasil, yakni perubahan. Jadi, jelas bahwa kenapa kita harus menulis adalah karena menulis itu menjadi proses yang penting dalam rangka berpikir memikirkan dan merancang masa depan peradaban. Mari kita hidup seribu tahun lagi!

Posting Komentar

0 Komentar