Belajar Ikhlas dari Kehilangan


GHIRAHBELAJAR.COM - Ikhlas. Kata ini sekilas tampak sederhana, ya. Dan kadang tanpa sadar kita sering mengucapkannya. "Udah ikhlasin aja, nanti juga diganti yang baru" ketika kehilangan sesuatu, "Aku ikhlas kok, kamu emang terlalu baik buat aku" ketika ditinggal kekasih, "Gak ikhlas amat sih lu" ketika diminta tolong tapi minta imbalan, dan berbagai ungkapan lain yang kadang membuat kita tanpa sadar menyebut kata "ikhlas".

Mana sih definisi ikhlas yang benar? Ada yang mengandaikan, "ikhlas" itu seperti di surah al-Ikhlas yang bahkan tidak disebutkan satu pun kata "ikhlas". Ini biasanya untuk menyentil kita yang suka nanya "Ikhlas gak?" terus bingung jawabannya apa, karena khawatir kalo bilang "Ikhlas kok" justru jadi tidak ikhlas dan terkesan terpaksa. Oke, mari kita sudahi pertanyaan "Ikhlas gak?" karena itu membuat orang yang kita tanya malah jadi ragu akan keikhlasannya.

Beragam makna "ikhlas" yang hidup di masyarakat kita tidak bisa dimungkiri. Hal itu memang tak lepas juga dari perilaku kebahasaan masyarakat kita yang kerap menggunakan suatu istilah atau bahasa asing untuk menyebutkan suatu kata. Jadilah makna ikhlas itu seakan-akan sama artinya dengan "rela". Apakah rela sama maknanya dengan ikhlas?

Biarlah itu jadi PR kita selanjutnya. Saat ini, saya mau berbagi soal belajar ikhlas dari kehilangan. Apa pun makna ikhlas yang kita pahami, pasti kita semua pernah merasa kehilangan, kan? Ya, itu hal yang jamak terjadi. Mulai dari kehilangan kunci motor, kehilangan dompet, kehilangan benda kesayangan, kehilangan pekerjaan, kehilangan kekasih, sampai kehilangan kesempatan untuk mendekati doi yang ternyata udah dilamar orang lain. Bhaaa.

Setiap kehilangan pasti menyisakan sesak, luka, lara, dan berjuta perasaan lain yang tak terdefinisikan. Orang yang sedang merasakan kehilangan bisa stres, frustrasi, bahkan depresi. Saking sakitnya rasa kehilangan itu sampai-sampai kadang kita halu, ngebayangin punya mesin waktu seperti Doraemon untuk kembali ke masa lalu dan mengubah keadaan di masa itu. Wkwk. Oh tidak mungkin bisaaa. 

Kehilangan kecil yang sering terjadi, misalnya ketika sehabis ngeprint tugas dan skripsi di abang-abang potokopi. Kemudian lupa mencabut flashdisk-nya, padahal di situ semua file skripsi dan tugas beesemayam. Baru ingat pas besok harinya dan si makhluk kecil bernama flashdisk itu sudah hilang entah ke mana. Pernah mengalami ini? Saya pernah. Dan rasa sakitnya begitu mendalam. 

Rasanya pengin bilang kepada yang menemukan flashdisk, "Gak papa deh flashdisk-nya ambil, asalkan filenya dibalikin." Ini juga sering terjadi ketika kehilangan dompet, "Biarin deh dompetnya sama uangnya hilang, tapi KTP, STNK, dan ATM nya balikin." Tapi itu semua cuma ratapan yang jarang sekali terjadi. Jadi, suatu ketika kita di posisi yang menemukan flashdisk atau dompet orang lain, baiknya kita kembalikan kepada pemiliknya, ya. Itu bukan hak kita.

Begitu pun ketika laptop kita tiba-tiba mati mendadak. Padahal di dalamnya banyak sekali file penting dan tugas negara, bahaha. Rasanya pengin banget tuh muter waktu ke beberapa jam sebelum laptop mati teris back up semua datanya! Tapi sekali lagi, halu itu hak guna gaeesss. Jadi, baiknya memang kita sering mem-back up data-data penting di laptop kita. Baik itu di dalam harddisk eksternal atau di Google Drive. Kehilangan data-data itu nyesek banget bray. Makjeleeb. 

Lho, terus bahas ikhlasnya di mana ya? Hehe. Entar dulu. Rasa kehilangan itu hanya akan muncul kalau kita punya rasa memiliki. Sekali lagi, rasa memiliki! Ya, kamu pernah merasa sedih ketika sendal punya temen kosanmu hilang? Sedih iya, tapi tak sesakit yang dirasakan temanmu yang kehilangan sendal di masa-masa uang jajan menipis. Alhasil, mau gak mau dia pakai sepatu futsal ke mana-mana. Wkakak.

Rasa memiliki ini muncul karena adanya ikatan yang kuat antara kita dengan sesuatu benda atau dengan orang lain. Hal-hal di luar diri kita yang kita anggap penting dan berharga itu, lama kelamaan bakal menjadi bagian dari diri kita. Itulah yang membuat kita sedih setengah mati ketika merasa kehilangan. Heheu. 

Dan soal ikhlas. Ikhlas itu bukan perkara kita sakit atau tidak ketika kehilangan. Bukan pula cuma perkara kita rela atau tidak. Tapi jauh lebih dalam lagi. Seseorang yang kehilangan benda kesayangannya sudah pasti nyesek dan sakit karena bagian dari dirinya hilang entah ke mana. Tapi, dengan adanya sikap "ikhlas", seseorang itu tidak akan berputus asa atau depresi. Karena menyadari pada hakikatnya semua yang kita miliki bukanlah milik kita. Bahkan, tubuh ini pun cuma pinjaman dari Tuhan. Makanya mesti kita jaga baik-baik.

Imam al Ghazali berbicara soal ikhlas dalam konteks beramal. Kata dia, "Keikhlasan dalam beramal akan menjadikan amal sebagai pendekatan (taqarrub), dan keikhlasan mencari pahala akan membuat amal diterima serta memperoleh pahala berlimpah." Dan cara Dia membuat kita dekat dengan-Nya tentu sangat banyak. Salah satunya dengan rasa kehilangan itu. Bila kita ikhlas, rasa kehilangan itu akan menjadi jalan untuk kita lebih mendekatkan diri kepada-Nya. Untuk kemudian percaya, Dia akan memberikan gantinya. Tinggal kita mau berusaha sekuat tenaga.

Nah, bagian akhir yang serius itu jadi penutup tulisan ini, ya. Kesimpulannya, "kehilangan" itu menjadi salah satu kuliah yang gak ada di ruang kelas untuk kita belajar ikhlas dalam menerima suatu keadaan. 


Posting Komentar

0 Komentar