FOMO, Sindrom Sosial Generasi Kekinian


 



GHIRAHBELAJAR.COM, Oleh: Sheila Hariry, S. Pd*

Apa kamu gemar menggunakan Instagram, Facebook, Twitter, TikTok, dan sejenisnya? Media sosial memang sering membuat penggunanya kecanduan. Fear Of Missing Out atau yang dikenal dengan FOMO, istilah ini sedang ramai diperbincangkan publik, khususnya generasi milenial. Nah, sudah pada tau belum apa itu FOMO? Atau baru pertama kali mendengarnya? Yuk simak penjelasanya!

Fear Of Missing Out pertama kali dikenalkan oleh profesor dari Oxford University, Dr. Andrew K. Przybylski, pada tahun 2013. Menurutnya, penyebab utama seseorang mengalami sindrom ini adalah perasaan tidak puas dan tidak bahagia dengan dirinya sendiri. Tidak hanya remaja, siapapun bisa mengalaminya. 

Secara umum, FOMO atau (Fear Of Missing Out) adalah sebuah gangguan kesehatan mental yang menyebabkan seseorang terus menerus merasa “takut tertinggal” oleh informasi yang terus berkembang, sehingga mereka selalu ingin up-to-date dengan informasi terbaru. Mereka juga terkadang suka membandingkan diri dengan orang lain di media sosial.

Kalau kamu dikit-dikit ingin cek sosial media karena takut ketinggalan informasi tentang teman, artis favorit ataupun berita terkini, bisa jadi kamu sedang dalam fase FOMO. Tapi FOMO yang berlebihan akan sangat berbahaya, loh. Hal ini karena FOMO dapat meningkatkan stres dan mempengaruhi kualitas kehidupan kamu.

Baca Juga: Disonansi Kognitif pada Generasi Sandwich  


Nah, Lantas bagaimana gejala dari FOMO itu sendiri? Kenali gejala-gejala berikut yang mungkin muncul, yang dikutip dari akun Instagram Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud:
  1. Selalu mengecek media sosial bahkan di saat waktu luang.
  2. Memiliki gaya hidup yang serba cepat
  3. Selalu berkata “iya”.
  4. Memiliki tingkat kepuasan hidup yang rendah.
  5. Terlalu mementingkan opini orang lain.
  6. Ingin selalu diperhatikan orang lain.
  7. Merasa dikucilkan ketika tertinggal dengan yang lain.
  8. Berperilaku boros karena membeli barang-barang yang sedang tren dengan dalih agar tidak ketinggalan apa pun.
Untuk mengenali apakah diri sendiri mengalami kecanduan, maka dapat dikoreksi dari aktivitas yang dilakukan setelah bangun tidur hingga tidur lagi. Jika kamu setelah bangun tidur yang dicari tidak lain hanyalah gadget atau handphone lalu membuka sosial media maka itu dapat dikatakan juga sebagai pecandu medsos. Selain itu tanda yang lain adalah dalam aktivitas sehari-hari kamu tidak bisa jauh-jauh dari handphone sebagai wadah media sosial, setiap hari haus akan postingan baru dari orang lain dan haus pula untuk posting momen milikmu di media sosial.

Jika terlalu lama dibiarkan, perasaan FOMO ini sendiri dapat dipercaya menghasilkan hal yang negatif seperti depresi, kecanduan media sosial, nomophobia, tingkat kepuasan hidup rendah, loneliness, anxiety, stres, menurunkan citra diri, memantik irihati, minder, hidup terasa hampa, kelelahan, masalah tidur bahkan hingga gejala psikosomatis. 

Baca Juga: Puasa Membentuk Konsep Diri


Sebenarnya, FOMO dapat bergantung pada kepuasan diri masing-masing. FOMO mempengaruhi ketidakpuasan seseorang pada hidup mereka, sehingga mereka akan merasa apa yang mereka miliki itu tidaklah cukup. Selain itu, FOMO juga memicu perasaan negatif lain seperti kebosanan dan juga kesepian yang memiliki dampak buruk pada psikologis seseorang. Oleh karena itu, kita perlu tau usaha apa saja yang dapat kita lakukan untuk mengatasi FOMO:

1. Mengurangi penggunaan media sosial


Mengurangi waktu penggunaan media sosial dapat membantu mengurangi kemungkinan munculnya rasa cemas dalam diri kita. Dari pada terus menerus memantau informasi-informasi baru dari media sosial, lebih baik kita pusatkan fokus dan perhatian kita pada diri kita masing-masing. Waktu yang biasa kita pakai untuk menjelajahi media sosial dapat kita gunakan untuk self-reflection dan fokus pada hal-hal yang dapat membantu kita untuk bertumbuh menjadi pribadi yang utuh.

2. Menerima diri sendiri


Hal pertama yang harus disadari setiap orang bahwa ia tidak mungkin untuk terus mengikuti perkembangan setiap saat. Seseorang tidak mungkin untuk terus berada dalam keadaan menyenangkan dan belum tentu mempublikasikannya di dunia maya. Jika ia sadar dan merasa bahwa setiap orang wajar untuk memiliki kekurangan, maka perasaan untuk ketinggalan dari orang lain bukanlah suatu kesalahan. Kita juga tidak perlu membandingkan diri dengan orang lain karena setiap orang berbeda-beda dalam menjalani hidupnya.

3. Ubah pola pikir FOMO menjadi JOMO (Joy Of Missing Out)


Joy Of Missing Out atau JOMO adalah sebuah istilah yang menggambarkan kondisi di mana seseorang memiliki rasa kepuasan diri yang cukup dalam hidupnya. Seseorang yang merasa JOMO akan merasa lebih bebas dan mudah fokus dalam hal apapun yang mereka senangi.

Lalu bagaimana pandangan Islam terhadap Fear Of Missing Out atau FOMO? Yuk lanjut simak penjelasanya!

Jika kita lihat dari perspektif Islam, hal ini mengarah pada sifat hasad (iri hati); yaitu tidak mampu mengikuti atau memiliki sesuatu yang orang lain miliki. Jika hal ini terjadi, pada akhirnya menimbulkan kecemasan yang berlebih atau bahkan rasa kesal dan gelisah dalam hati. Padahal sudah jelas di dalam Al-Quran itu sendiri Allah memerintahkan kita untuk tidak iri hati. Hal tersebut sudah tercantum dalam surah An-Nisa ayat 32. 

“Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagaian dari apa yang mereka usahakan dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS An-Nisa: 32).

Baca Juga: Ubah Insecure Menjadi Syukur  


Terkadang kita sering lupa bahwa sesungguhnya Allah telah menjelaskan beribu-ribu tahun silam di dalam Al-Quran sebelum istilah FoMO ini muncul. Masalah iri hati ini memang pasti akan rentan terjadi pada manusia, baik laki-laki maupun perempuan. Secara istilah memang boleh berbeda, namun hakekat value yang diajarkan itu sama. Untuk itu Allah telah memberikan pula solusi dan obat untuk mencegah hal tersebut.

Dalam pandangan Islam, Untuk menghindari menjadi ‘kaum’ FOMO, ada beberapa upaya yang bisa dilakukan. Pertama adalah muhasabah diri sendiri. Cobalah untuk menyediakan waktu yang tenang, menjauhi hiruk pikuk lalu intropeksi diri. Ketahui hal-hal yang membuat hati merasa gundah dan gelisah. Fokus saja pada diri sendiri tentang apa yang bisa diperbuat hari ini dan esok hari. Sebagaimana firman Allah SWT. dalam surah Al-Harsyr ayat 18:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢبِمَا تَعْمَلُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Hasyr: 18).

Kedua, untuk terlepas dari perilaku Fomo, seseorang bisa memulai dengan merasa cukup pada dirinya. Selalu merasa bersyukur dengan apa yang didapatkan hari ini. Dan tidak perlu berlomba-lomba untuk mencapai standar dari orang lain. Sebagaimana firman Allah SWT. dalam surah Luqman ayat 12:

وَلَقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ ۚ وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ ۖ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ

Artinya: “Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: “Bersyukurlah kepada Allah. Dan barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barang siapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS Luqman Ayat 12).

Karenanya, tidak perlu menjadi Fomo. Bukankah setiap kehidupan hambanya telah ditentukan oleh Allah SWT. Jadi untuk apa khawatir dan merasa cemas karena merasa tertinggal dengan informasi lain. Sedangkan Allah telah memberikan takdir hamba-Nya.


Biodata: Sheila Hariry, S. Pd merupakan Mahasiswa Pascasarjana Interdiciplinary Islamic Studies (Konsentrasi Psikologi Pendidikan Islam) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Posting Komentar

0 Komentar