Memetik Hikmah dari ‘Tanah Perjuangan Mulia’


 

GHIRAHBELAJAR.COM, Oleh: Sarah Assyifa Putri Laynera

Berbicara tentang kisah nyata yang penuh dengan hikmah yang kemudian dituangkan ke dalam tulisan bukanlah suatu hal yang baru dalam dunia pernovelan. Tak jarang penulis yang justru memilih untuk menuliskan kisah nyata yang mereka alami sendiri, dengan atau tanpa nama sasaran, dengan atau tanpa dibumbui fiksi. Terkadang tulisan seperti ini terlihat lebih berharga dan lebih nyata karena dialami sendiri oleh si penulis.

Sama halnya dengan novel Tanah Perjuangan Mulia karya Rismawati. Gadis kelahiran Lampung ini memilih berbagi kisah nyata melalui tulisannya yang ia beri judul Tanah Perjuangan Mulia. Suatu kisah yang menceritakan kehidupan di pondok pesantren yang dibumbui oleh persahabatan, percintaan, dan permasalahan para penghapal Al-Qur’an.

Novel yang diangkat dari kisah nyata ini memiliki tebal 81 halaman dan diterbitkan oleh Penerbit Irfani pada Juli 2022. Novel Tanah Perjuangan Mulia menceritakan kisah yang dialami Risma selama ia menempuh pendidikannya untuk menghafal 30 juz Al-Qur’an di sebuah pondok pesantren di daerah Demak, Jawa Tengah. Gadis itu merantau bersama sepupunya dari Lampung. Hanya bermodal nekat dan kenalan teman yang juga menempuh pendidikan di pondok pesantren tersebut, keduanya nekat menaiki bis dan menyeberangi Pulau Sumatera hingga sampai di terminal di Demak, Jawa Tengah.

Namun, meski memiliki niat dan tekad yang kuat untuk merantau demi menghafal 30 juz Al-Qur’an, Risma tetap merasa sedih karena akan jauh dari pelukan orang tua dan tanah kelahirannya. Oleh karena itu, pondok pesantren di Demak ini ia sebut sebagai tanah perjuangan mulia. Tanah dimana ia menyelesaikan hapalan 30 juz Al-Qur’an dengan penuh kejadian yang menimpanya, baik yang baik maupun yang buruk.

Memang tidak butuh waktu lama bagi Risma untuk merasa kerasan dan memiliki banyak teman di sana. Ia menuliskan seberapa padat kegiatan di pondok pesantren tersebut dari mulai bangun tidur sampai tidur lagi. Namun, masalah akan selalu ada di manapun kaki ini berpijak. Dan masalah yang Risma hadapi adalah ketika kali pertama ia mengagumi seorang laki-laki. Begitu kagum sampai rasanya lupa dimana harus memijakkan kaki untuk tetap berdiri tegak.

Pada awalnya Risma merasa mampu menahan rasa kagumnya pada laki-laki tersebut, karena ia sadar ia tidak akan menodai kesucian cinta dari Sang Maha Cinta. Tetapi, ketika kali pertama sosok laki-laki tersebut menyapanya dan menyebut namanya, dari sanalah konflik mereka dimulai. Memang awalnya hanya sekedar mencari akun sosial media masing-masing dan saling mengobrol lewat ponsel, lambat laun berubah menjadi suatu hubungan yang mengharuskan ada kabar dan cerita di antara mereka berdua.

Setahun berhubungan, Risma menemukan jejak pesan dari mantan kekasih si laki-laki tersebut. Pesan yang berisikan rindu, penuh cinta, dan harapan untuk kembali. Risma sempat kecewa, bahkan mantan kekasih laki-laki itu juga terang-terangan menghubungi Risma dan memintanya menjauhi laki-laki itu. Meski pada akhirnya Risma dan laki-laki itu dengan cepat berbaikan, masalah yang lebih besar datang menghantam dan menjadi sebuah pelajaran berharga bagi Risma.

Dimulai dari selesainya hapalan laki-laki itu yang juga menandai selesainya pendidikannya di pondok pesantren ini, itu artinya Risma tidak akan lagi melihatnya. Laki-laki itu akan pulang ke rumahnya, namun berjanji akan kembali ke pondok pesantren ini lagi. Awalnya semua berjalan seperti biasa, namun lambat laun laki-laki itu mulai menghilang. Sampai pada satu titik Risma memberanikan diri mempertanyakan kehilangannya, laki-laki itu malah membentaknya.

Hingga laki-laki itu benar-benar kembali. Hanya saja dengan sifat yang benar-benar berbeda. Sampai Risma mendengar kabar bahwa laki-laki itu akan menikah. Hati Risma hancur mendengarnya, bahkan untuk membaca dan menghafal saja rasanya sulit. Ia menyesali dirinya yang tidak tahu diri sejak awal. Susah payah Risma berusaha bangkit untuk kembali semangat dengan bantuan teman-temannya, sampai pada akhirnya ia berhasil menyelesaikan hapalan 30 juznya. Bahkan sampai di detik terakhir kehadirannya di tanah perjuangan mulia ini, laki-laki itu tidak sedikit pun menyapa atau hanya mengucap “hati-hati” untuknya.

Sampai akhirnya satu hal yang Risma petik dari pelajaran berharga ini, bahwa cita-cita harus didahulukan dibandingkan cinta. Begitulah kiranya isi singkat tentang novel Tanah Perjuangan Mulia. Sampai pada di mana ulasan ini ditulis, saya menyukai keseluruhan isi novel tersebut. Terasa ringan, mudah dipahami, dan dekat dengan pembaca. Setiap bagian yang ada dalam cerita ini turut andil membangun konflik yang terasa dekat dengan kehidupan sehari-hari.

Novel ini juga tidak terlalu tebal, tidak memiliki banyak nama tokoh sehingga pembaca juga tidak perlu susah payah menghafal setiap nama tokoh, bagaimana sifatnya, dan ambil bagian apa tokoh tersebut dalam mewarnai cerita. Risma berhasil membawa novel ini hingga pembaca hanya fokus pada dirinya, kisahnya, dan hikmah yang diambilnya untuk dibagikan kepada pembaca.

Profil Penulis


Rismawati merupakan gadis kelahiran Lampung, 18 September 2001. Risma yang merupakan buah hati dari Hanafiah dan Rodinah ini menghabiskan masa remaja dengan mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren Tahfidzul Qur'an Tuma'ninah Yasin di Metro Lampung. Kemudian, ia melanjutkan hafalannya di Pondok Pesantren Al Jalil Liulumil Qur'an di Grobogan, Jawa Tengah.

Ia telah menyelesaikan hafalan 30 juznya selama dua tahun di Jawa Tengah, kemudian melanjutkan pendidikan S1 di Lampung sambil mengajar di pondok pesantren yang ada di Metro Lampung. 
  

Identitas Buku


Judul: Perjuangan Tanah Mulia
Penulis: Rismawati
Kategori: Novel/Fiksi
Tebal: 81 Halaman
ISBN: 978 623 5929 40 8
Cetakan 1: Juli 2022
Penerbit: Semesta Irfani Mandiri

Posting Komentar

0 Komentar